header 2

𝘉𝘭𝘰𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘫𝘶𝘢𝘯 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 , 𝘦𝘧𝘪𝘴𝘪𝘦𝘯,𝘦𝘧𝘦𝘬𝘵𝘪𝘧,𝘵𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯,𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘪𝘯𝘨, 𝘢𝘥𝘪𝘭/𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘴𝘬𝘳𝘪𝘮𝘪𝘯𝘢𝘵𝘪𝘧 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶𝘯𝘵𝘢𝘣𝘦𝘭.

PENGERTIAN KERUGIAN NEGARA DALAM ARTI KEUANGAN NEGARA ATAU TIPIKOR

Sangat disayangkan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini, selama ini sangat didasarkan hanya kepada kesalahan proses lelang atau buruknya pelaksanaan kontrak (walau sekarang sudah dimulai ada perubahan ).
Kesalahan proses lelang atau buruknya pelaksanaan kontrak, kemudian dikaitkan dengan kerugian negara, sering dinilai sebagai perbuatan tindak pidana korupsi (tipikor)
Terjadinya kerugian negara sering dinilai sebagai perbuatan tipikor, benarkah setiap kerugian negara harus dinilai sebagai tipikor ?
Dalam UU No 1 tahun 2004, pada pasal 1 angka 22 disebutkan :

Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Apakah setiap kerugian negara harus dinilai sebagai tipikor ?

Bisa saja hanya salah administrasi atau kelebihan bayar yang tidak diiringi dengan penerimaan secara tidak hak.

Ini bila terjadi, diminta menyetor saja, maka selesai urusan.

Dalam UU 15 tahun 2004 ada kesempatan 60 hari untuk menyelesaikan.

UU 15 tahun 2004 pada Pasal 23 ayat 1 Menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota/ direksi perusahaan negara dan badan badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud.

Pembayaran kerugian negara bisa tunai atau angsuran.

Selanjutnya dapat dilihat mengenai proses penyelesaian kerugian negara pada PP No. 38 tahun 2016, tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara Atau Pejabat Lain.

Jadi  tidak selalu tipikor.

Menjadi tipikor kalau terbukti adanya suap, gratifikasi, fiktif, mark up, penipuan, pemalsuan dan kolusi untuk mengambil secara tidak hak. Tipikor sesuai UU 31 tahun 1999 dan perubahannya UU UU 20 tahun 2001.

Jadi jangan sampai kasus pengadaan/kontrak ke pengadilan tipikor kalau TIDAK ada suap, gratifikasi, fiktif, mark up, penipuan, pemalsuan dan kolusi untuk mengambil secara tidak hak.

Tipikor itu, bukan sekedar kesalahan proses lelang atau buruknya pelaksanaan kontrak.

Ketika kerugian negara terkait dengan adanya suap, gratifikasi, fiktif, mark up, penipuan, pemalsuan dan kolusi untuk mengambil secara tidak hak, maka pengembalian kerugian negara tidak menghentikan proses hukum.

Istilahnya hasil maling, kalau dikembalikan ya tetap namanya maling.

UU 31 tahun 1999 dan perubahannya UU UU 20 tahun 2001 pada pasal 4 disebutkan

"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3".

Jadi jangan melakukan tindakan tipikor.
Tapi ketika kita tidak melakukan tindakan tipikor, adanya kerugian negara diutamakan harus disetor, bukan dikenakan sanksi tipikor.

Bila ada kerugian negara yang tidak ada tipikornya, katakanlah para pengelola pengadaan tidak terima uang, adanya kerugian negara suruh setor yang menerima tidak hak itu.

Tapi kita bisa mencermati bahwa setiap kerugian negara belum tentu kerugian negara, kita bisa memberi penjelasan balik ke auditor/aph dan bahkan bisa menggugat ketidakbenaran kerugian negara ke pengadilan.


Bila para pengelola pengadaan tidak terima uang dan tidak melakukan tindakan tipikor, hanya sekedar salah proses lelang atau buruknya pelaksanaan kontrak tapi diproses tipikor maka inilah namanya kriminalisasi terhadap para penggerak pembangunan.

Penting :
1.  Jangan korupsi, wahai para pengelola pengadaan
2.   Jangan dikriminalisasi para pengelola pengadaan

 Silakan baca :
 Kerugian Negara selalu tipikor ?
 Potensi Kerugian Negara karena salah evaluasi ?
 Apakah kerugian Negara dihitung dari harga kontrak dengan harga beli penyedia
 KONTRAK TIDAK SELESAI TIPIKOR ?


Post a Comment

5 Comments

  1. Mantap Pak Mudji, semoga para auditor dan penegak hukum membaca juga artikel ini. Tapi, bagaimana kalau kesalahan yg menyebabkan kerugian negara itu dianggap memperkaya orang lain, Pak Mudji? Ini kan bisa jadi senjata hebat bagi aparat penegak hukum.

    ReplyDelete
  2. Harapan kami Semoga teman2 aph diseberang sana sependapat dg ini

    ReplyDelete