Harga Eceran Tertinggi (HET) merupakan harga jual tertinggi obat generik di apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang berlaku untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian HET tidak bisa digunakan sebagai dasar penyusunan harga untuk pengadaan dengan metode Penunjukan Langsung karena HET hanya mengatur tentang batasan tertinggi harga jual, bukan harga untuk pengadaan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Yang bisa dijadikan dasar untuk Penunjukan Langsung adalah Harga yang diatur melalui Kepmenkes RI Nomor 094/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Obat Untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012, Kepmenkes RI Nomor 177/MENKES/SK/VII/2010 tentang Harga Perbekalan Kesehatan dan Obat Gigi, dan Kepmenkes RI Nomor 1079/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Harga Obat Kontrasepsi Dan Alat Kontrasepsi Tahun 2010. (Agar selalu dipudate informasi peraturan terbaru, boleh jadi yang saya cantumkan disini sudah ketinggalan).
1. Kepmenkes RI Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Eceran Tertinggi
Obat Generik Tahun 2012
2. Kepmenkes RI Nomor 094/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Obat Untuk
Pengadaan Pemerintah Tahun 2012
3. Kepmenkes RI Nomor 177/MENKES/SK/VII/2010 tentang Harga Perbekalan
Kesehatan dan Obat Gigi
4. Kepmenkes RI Nomor 1079/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Harga Obat Kontrasepsi
Dan Alat Kontrasepsi Tahun 2010
Dalam pengadaan obat khususnya di Rumah Sakit, memang kendala
terbesar adalah adanya kebutuhan obat-obat tertentu dari beberapa pihak yang menginginkan
obat-obat merk tertentu.
Sedangkan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa tidak boleh mengarah pada suatu merk tertentu.
Ada yang mengaitkan merk ini dengan insentif
marketing. Beberapa perusahan obat
bermerk mempunyai program berupa pemberian fee dan fasilitas yang lebih kepada
dokter yang meresepkan obat mereka. Faslitas
tersebut antara lain fasilitas untuk mengikuti seminar atau workshop baik di
dalam maupun luar negeri. Apakah biaya-biaya
ini yang menyebabkan harga obat bermerk
itu sangat mahal dibanding dengan obat generik ?
Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan peraturan antara lain :
1. Permenkes RINomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan ObatGenerik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
-
Untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah (Puskesmas dan Rumah Sakit milik Pemerintah)
wajib menggunakan obat generic
-
Obat esensial adalah
obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,mencakup upaya
diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di
fasilitas kesehatan sesua idengan fungsi dan tingkatnya
-
Jika ada permintaan obat
diluar yang telah terdapat dalam DOEN, maka dapat disusun dalam Formularium
RS atau Daftar Obat terbatas lain (Daftar Obat PKD/Program Kesehatan
Dasar atau DPHO/Daftar Plafon Harga Obat Askes).
-
Formularium
Rumah Sakit merupakan daftar obat
yang disepakati beserta infomasinya yang harus diterapkan di Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)/Komite
Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempurnakan
dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara lmiah dibutuhkan untuk
pelayanan di Rumah Sakiit tersebut.
Diharapkan ini merupakan solusi
untuk mengatasi permintaan dokter atas obat-obat bermerk. Dengan demikian, sebenarnya penentuan jenis
obat untuk pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
sebaiknya merujuk pada Daftar Obat Esensial (DOEN), Formularium Rumah Sakit
dan/atau Daftar Obat Terbatas Lain (PKD atau DPHO Akses).
Sebagai bahan bacaan, berikut link
yang menjelaskan mengenai perbedaan obat Generik, Generik Berlogo, dan Obat
Paten
Tulisan ini merupakan kontribusi sahabat
kami Rahfan Mokoginta.
Lebih jauh Anda dapat
mengunjungi http://rahfanmokoginta.wordpress.com/
0 Comments