header 2

𝘉𝘭𝘰𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘫𝘶𝘢𝘯 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 , 𝘦𝘧𝘪𝘴𝘪𝘦𝘯,𝘦𝘧𝘦𝘬𝘵𝘪𝘧,𝘵𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯,𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘪𝘯𝘨, 𝘢𝘥𝘪𝘭/𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘴𝘬𝘳𝘪𝘮𝘪𝘯𝘢𝘵𝘪𝘧 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶𝘯𝘵𝘢𝘣𝘦𝘭.

Pengadaan Obat dengan dana APBN dan APBD (2)


Harga Eceran Tertinggi (HET) merupakan harga jual tertinggi obat generik di apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang berlaku untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian HET tidak bisa digunakan sebagai dasar penyusunan harga untuk pengadaan dengan metode Penunjukan Langsung karena HET hanya mengatur tentang batasan tertinggi harga jual, bukan harga untuk pengadaan yang dilaksanakan oleh pemerintah.


Yang bisa dijadikan dasar untuk Penunjukan Langsung adalah Harga yang diatur melalui Kepmenkes  RI Nomor 094/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Obat Untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012,  Kepmenkes   RI Nomor 177/MENKES/SK/VII/2010 tentang Harga Perbekalan Kesehatan dan Obat Gigi, dan  Kepmenkes RI Nomor 1079/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Harga Obat Kontrasepsi Dan Alat Kontrasepsi Tahun 2010. (Agar selalu dipudate informasi peraturan terbaru, boleh jadi yang saya cantumkan disini sudah ketinggalan).


1.   Kepmenkes RI Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Eceran Tertinggi 
     Obat Generik Tahun 2012

2.  Kepmenkes RI Nomor 094/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Obat Untuk
     Pengadaan Pemerintah Tahun 2012

3.  Kepmenkes   RI Nomor 177/MENKES/SK/VII/2010 tentang Harga Perbekalan
     Kesehatan dan Obat Gigi

4.  Kepmenkes RI Nomor 1079/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Harga Obat Kontrasepsi
     Dan Alat Kontrasepsi Tahun 2010


Dalam pengadaan obat khususnya di Rumah Sakit, memang kendala terbesar adalah adanya kebutuhan obat-obat tertentu dari beberapa pihak yang menginginkan obat-obat merk tertentu.

Sedangkan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa  tidak boleh mengarah pada suatu merk tertentu.


Ada yang  mengaitkan merk ini dengan  insentif marketing. Beberapa perusahan  obat bermerk mempunyai program berupa pemberian fee dan fasilitas yang lebih kepada dokter  yang meresepkan obat mereka. Faslitas tersebut antara lain fasilitas untuk mengikuti seminar atau workshop baik di dalam maupun luar negeri.  Apakah biaya-biaya  ini yang menyebabkan harga obat bermerk itu sangat mahal dibanding dengan obat generik ?

Kementerian Kesehatan  RI telah mengeluarkan peraturan antara lain :
-      Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (Puskesmas dan Rumah Sakit milik Pemerintah) wajib menggunakan obat generic


-      Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan,mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesua idengan fungsi dan tingkatnya

-      Jika ada permintaan obat diluar yang telah terdapat dalam DOEN, maka dapat disusun dalam Formularium RS atau Daftar Obat terbatas lain (Daftar Obat PKD/Program Kesehatan Dasar atau DPHO/Daftar Plafon Harga Obat Askes). 

-      Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta infomasinya yang harus diterapkan di Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)/Komite Farmasi dan  Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara lmiah dibutuhkan untuk pelayanan di Rumah Sakiit tersebut.

Diharapkan ini merupakan solusi untuk mengatasi permintaan dokter atas obat-obat bermerk.  Dengan demikian, sebenarnya penentuan jenis obat untuk pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah sebaiknya merujuk pada Daftar Obat Esensial (DOEN), Formularium Rumah Sakit dan/atau Daftar Obat Terbatas Lain (PKD atau DPHO Akses). 

Sebagai bahan bacaan, berikut link yang menjelaskan mengenai perbedaan obat Generik, Generik Berlogo, dan Obat Paten 


Tulisan ini merupakan kontribusi sahabat kami Rahfan Mokoginta.
Lebih jauh Anda dapat mengunjungi   http://rahfanmokoginta.wordpress.com/

Post a Comment

0 Comments