header 2

š˜‰š˜­š˜°š˜Ø š˜Ŗš˜Æš˜Ŗ š˜©š˜¢š˜Æš˜ŗš˜¢ š˜±š˜¦š˜Æš˜„š˜¢š˜±š˜¢š˜µ š˜±š˜³š˜Ŗš˜£š˜¢š˜„š˜Ŗ š˜¶š˜Æš˜µš˜¶š˜¬ š˜®š˜¦š˜Æš˜„š˜¶š˜¬š˜¶š˜Æš˜Ø š˜¬š˜¦š˜®š˜¢š˜«š˜¶š˜¢š˜Æ š˜š˜Æš˜„š˜°š˜Æš˜¦š˜“š˜Ŗš˜¢ š˜®š˜¦š˜­š˜¢š˜­š˜¶š˜Ŗ š˜±š˜¦š˜Æš˜Øš˜¢š˜„š˜¢š˜¢š˜Æ š˜ŗš˜¢š˜Æš˜Ø š˜®š˜¶š˜„š˜¢š˜© , š˜¦š˜§š˜Ŗš˜“š˜Ŗš˜¦š˜Æ,š˜¦š˜§š˜¦š˜¬š˜µš˜Ŗš˜§,š˜µš˜³š˜¢š˜Æš˜“š˜±š˜¢š˜³š˜¢š˜Æ,š˜£š˜¦š˜³š˜“š˜¢š˜Ŗš˜Æš˜Ø, š˜¢š˜„š˜Ŗš˜­/š˜µš˜Ŗš˜„š˜¢š˜¬ š˜„š˜Ŗš˜“š˜¬š˜³š˜Ŗš˜®š˜Ŗš˜Æš˜¢š˜µš˜Ŗš˜§ š˜„š˜¢š˜Æ š˜¢š˜¬š˜¶š˜Æš˜µš˜¢š˜£š˜¦š˜­.

KALO HANYA PROFORMA DAN TIDAK KORUPSI ?

RENUNGAN BAGI NEGERI 
YANG TERSANDERA DENGAN DETAIL ATURAN
FROM SISWO SUJANTO (2)
Beranjak dari diskusi itulah saya baru menyadari, bahwa sistem tata kelola yang ada dapat menciptakan sebuah situasi yang sangat dilematis bagi para pejabat pengelola Keuangan Negara. Lebih dari itu, dari apa yang telah disampaikan oleh kawan saya bersama stafnya di atas tadi, ternyata  situasi itu sendiri dapat memunculkan beragam pertanyaan. Yang ujung-ujungnya, bila ditarik suatu simpulan akan dapat menghasilkan akibat yang sangat membahayakan bagi para pejabat itu sendiri.

Diskusi yang berkembang pada hari itu kemudian menghasilkan sebuah gagasan. Sebuah keinginan untuk menciptakan ketentuan sebagai sebuah koreksi terhadap ketidaksempurnaan sebuah sistem.
Satu pemikiran strategis yang harus menjadi titik utama perhatian saya adalah, menghilangkan kecurigaan para penyidik bahwa dana APBN dapat dicairkan dengan cara ilegal dan konspiratif. Artinya, dapat dicairkan dengan cara sengaja memalsukan data-data proyek oleh Pimpro atau Bendahara. Dan, di sisi lain, menghilangkan tuduhan terhadap KPPN  yang seolah berpura-pura tidak mengetahui situasi yang terjadi di berbagai Satuan Kerja ketika menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Langkah koreksi tersebut harus mampu menghilangkan kecurigaan atau fitnah secara tuntas. Tentunya, tanpa harus mengabaikan konsep dasar tata kelola Keuangan Negara yang sehat (sound practice). Pernyataan yang terakhir ini adalah sebuah keharusan. ‘ C’est obligatoire’, kata orang Perancis. Dan, harus pula memperhatikan pesan orang bijak. Yaitu, ‘jangan menyelesaikan masalah dengan masalah’.
Secara pribadi, saya sangat memahami mengapa para Pimpro atau Bendahara menempatkan uang yang ditarik dari KPPN pada rekening-rekening pribadi mereka. Mereka tampaknya sangat memahami aturan Keuangan Negara. Yaitu, bahwa pada akhir tahun anggaran, semua  uang yang belum digunakan dan masih berada di rekening Bendahara Satuan kerja wajib disetorkan ke Kas Negara. Itu adalah doktrin yang terpatri di benak mereka.
Ini sesuai dengan dalil tata kelola Keuangan Negara tentang saldo kas. Yaitu, mencakup seluruh saldo di semua satuan kerja, disamping saldo yang berada di tangan Bendahara Umum Negara sendiri.
Itulah rahasianya ! Sehingga, mereka harus mengusahakan agar uang yang telah ditarik dari rekening Kas Negara tersebut tetap aman untuk digunakan. Bukan harus disetorkan kembali ke Kas Negara menjelang tutup tahun.
Dari sisi teknis pencairan dananya, para Pimpro ataupun Bendahara tersebut sebenarnya sangat menyadari bahwa uang yang ditarik tersebut merupakan uang milik rekanan. Itulah sebabnya, bagi mereka yang cukup teliti, uang tersebut kemudian ditempatkan pada sebuah rekening bersama. Sebuah rekening yang hanya dapat dicairkan bila kedua belah pihak setuju, dan masing-masing membubuhkan tanda tangannya. Inilah yang dalam istilah kerennya dinamakan escrow account.
Jadi, dengan mengamati bahwa batas akhir pembayaran tersebut merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, menurut hemat saya, Kementerian Keuangan harus mampu menangkal akibat yang ditimbulkannya. Artinya, Kementerian Keuangan harus mampu menyatakan bahwa hal-hal yang selama ini dipersepsikan oleh berbagai pihak sebagai perbuatan ilegal, pada hakekatnya, merupakan perbuatan yang sah atau legal.
Satu hal yang harus tetap menjadi pertimbangan utama dalam hal ini adalah, tetap menjaga agar akibat dari tindakan yang akan dituangkan dalam keputusan mengenai hal tersebut tidak akan merugikan negara. Ini merupakan hal yang tidak bisa ditawar. 
PENGGANTI PRESTASI
Mungkinkah kegiatan/ proyek yang belum selesai dan belum diserahkan kepada negara dapat dilakukan pembayaran sebesar  seratus persen dari sisa nilai kontrak ? Kalau mungkin, bagaimana caranya ? Inilah pertanyaan kunci yang harus dijawab.
Pembayaran yang dilakukan tanpa penyerahan barang secara nyata adalah sebuah pelanggaran terhadap prinsip tata kelola Keuangan Negara. Ini adalah praktek yang berbeda dengan orang pribadi.
‘Le payment doit etre fait apres le service est fait’, merupakan ungkapan yang dengan jelas dapat ditemukan dalam berbagai kepustakaan/ manual tentang pengelolaan keuangan negara di Perancis.   Pemerintah harus menerima barang/ jasa yang dibelinya terlebih dahulu sebelum pembayaran dilakukan.
Gagasan  tersebut ternyata diadopsi oleh Pemerintah kolonial dalam berbagai ketentuan Hindia Belanda. Hal ini harus dilakukan oleh pejabat pengelola Keuangan Negara untuk menghindarkan terjadinya kerugian negara.
Namun, prinsip tersebut harus memiliki eksepsi atau pengecualian. Kalau tidak, bagaimana caranya Pemerintah dapat membayar uang muka (down payment) ketika melakukan kesepakatan dengan pihak lain ? Inilah tampaknya model yang harus diadopsi.
Dalam konteks ini, kewajiban pemerintah dalam bentuk pembayaran uang muka kontrak hanya diimbangi dengan penyerahan garansi bank (borg) oleh pihak rekanan.  Dalam pola tersebut, alih-alih Pemerintah menerima barang/ jasa sebagai prestasi, Pemerintah hanya  menerima selembar kertas yang berisi jaminan.
Itulah sebabnya, jaminan ini harus benar-benar berupa jaminan yang seratus persen dapat diuangkan. Bukan sembarang jaminan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga keuangan sebagai formalitas. Atau, untuk sekedar memenuhi ketentuan tata kelola keuangan negara.  Ini adalah sebuah prosedur baku untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya kerugian Negara !
Kalau begitu, apa dong bedanya antara pembayaran uang muka dengan pembayaran pada akhir tahun anggaran ? Menurut hemat saya, dari sudut esensi, sebenarnya sama sekali tidak mengandung perbedaan. Yaitu, sama-sama tidak diiringi dengan penyerahan prestasi kepada Pemerintah.
Dengan mengacu pada pola tersebut, saya berpendapat bahwa pembayaran pada akhir tahun untuk kegiatan/ proyek yang belum selesai dan belum diserahterimakan dapat dilakukan dengan jalan memberikan jaminan kepada negara. Sebuah solusi dengan logika yang sangat sederhana.  Tapi, dari segi yuridis, dapat dipertanggung jawabkan
P R O F O R M A
Dalam praktek, solusi masalah pembayaran pada akhir tahun yang kemudian dituangkan dalam ketentuan Kementerian Keuangan (baca: Peraturan Dirjen Perbendaharaan) tersebut ditafsirkan secara beragam.
Banyak pihak ternyata terjebak pada pernyataan bagaimana harus menghindarkan kerugian negara. Itu saja !  Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa untuk permintaan pembayaran pada akhir tahun cukup melampirkan jaminan bank. Apa lagi yang harus dilampirkan, toh semuanya memang belum ada ?
Pemikiran seperti itu jelas-jelas keliru. Pembayaran hingga seratus persen sesuai nilai kontrak tersisa pada akhir tahun, pada hakekatnya, hanyalah merupakan kebijakan Pemerintah dalam pencairan dana (kas) sehubungan dengan ketentuan akuntansi. Bukan merupakan penyelesaian pembayaran kontrak dalam arti sebenarnya. 
Seharusnya, berbagai pihak memahami bahwa antara pembayaran yang dilakukan oleh Negara dan jaminan yang diberikan kepada Negara adalah dua hal yang berbeda.
Bagaimana suatu pembayaran dapat dilakukan oleh Negara,  tampaknya mereka lupakan. Padahal, sebagaimana telah diatur dalam Standard Operating Procedur (SOP), setiap pembayaran oleh Negara harus didasarkan pada bukti sebagai alat verifikasi (pengujian). Sementara itu, jaminan bank hanyalah sekedar menjamin bahwa uang negara tidak akan hilang dengan keputusan pembayaran yang dilakukan oleh Negara. Seharusnya hal ini disadari oleh berbagai pihak agar tidak rancu, sehingga akan menghindarkan dari sikap mereka yang  menyederhanakan masalah.
Lebih lanjut, terkait dengan keputusan pelaksanaan pembayaran yang menyimpang dari pola tatanan baku tersebut, mestinya ada satu hal yang juga perlu diperhatikan. Penyerahan barang/ jasa yang diperjanjikan, sebenarnya belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, Berita Acara yang dijadikan lampiran surat permintaan pembayaran oleh pihak rekanan hanyalah bersifat formalitas (pro forma).  Sekedar untuk memenuhi persyaratan. Itu saja ! Atau, ‘hanya ecek-ecek’ menurut istilah orang Betawi.  ( … )

Post a Comment

1 Comments

  1. BERLAKU UNTUK KREDIT ANDA

    Apakah Anda seorang pengusaha atau wanita? Apakah Anda stres keuangan? Anda perlu uang untuk memulai bisnis Anda sendiri? Apakah Anda memiliki pendapatan rendah dan sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank lokal dan lembaga keuangan lainnya? Jawabannya ada di sini, MichelleN Haward Kantor Pinjaman adalah jawaban untuk menawarkan semua jenis pinjaman kepada masyarakat atau siapa pun di Nees bantuan keuangan. Kami memberikan pinjaman sebesar 2% suku bunga untuk individu, perusahaan dan perusahaan di bawah kondisi yang jelas dan mudah. hubungi kami hari ini via e-mail di michellenhawardloans@gmail.com

    Catatan: Semua pemohon harus di atas 18 tahun

    ReplyDelete