Berdasarkan Pasal 66 ayat 1 dari Perpres
54 tahun 2010 disebutkan PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa,
kecuali untuk Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti
pembelian.
Ketika HPS dibuatkan oleh orang lain , termasuk oleh penyedia bukanlah
suatu yang dilarang. HPS adalah alat bantu untuk menuju kewajaran
pengadaan. Kewenangan menetapkan HPS
adalah tetap pada PPK. Sebelum HPS ditetapkan oleh PPK, ketika dibuatkan oleh pihak lain
agar dikaji oleh PPK.
Berapapun HPS nya ketika terjadi persaingan dalam pelelangan, maka harga pelelangan akan menuju harga
sebenarnya.
Namun ketika HPS dibuat tidak benar dan proses pelelangan terjadi
pengaturan sehingga menuju harga HPS, maka yang dinilai adalah apakah pembayaran atas prestasi pekerjaan kontrak sudah sesuai kewajaran harga pasar, bukan harga pasar.
Jadi tidak serta merta dinilai dengan harga pasar, tetapi KEWAJARAN harga
pasar, karena wajarnya harga dipengaruhi banyak hal seperti waktu, skala
pembelian, tempat, motivasi penjualan dsb.
Ketika HPS tidak dibuat secara prosedural / profesional, tidak jadi masalah
ketika pembayaran atas prestasi kontrak sudah sesuai kewajaran harga pasar.
PPK sepanjang tidak merugikan negara atau tidak korupsi, terhadap kesalahan
prosedural pengadaan adalah sanksi administrasi negara saja.
Dalam prakteknya masih banyak auditor atau aparat penegak hukum yang menyalahkan
kelemahan kompetensi PPK, termasuk dalam kesalahan prosedural pengadaan,
padahal perbuatan melawan hukum dalam prosedural pengadaan adalah wilayah
administrasi negara, yang harus dicari adalah adanya kerugian negara atas pembayaran
nilai kontrak dengan prestasi pekerjaannya. Bila ya baru ditelusuri kenapa bisa
terjadi, adakah prosedur yang dilanggar.
Jangan dibalik adakah prosedur yang dilanggar kemudian dicari-cari nilai kerugian negaranya, ketemu kerugian negaranya, diproses dan bisa terjadi biaya prosesnya melebihi nilai kerugian negara itu sendiri. Negara jadinya tambah rugi.
Jangan dibalik adakah prosedur yang dilanggar kemudian dicari-cari nilai kerugian negaranya, ketemu kerugian negaranya, diproses dan bisa terjadi biaya prosesnya melebihi nilai kerugian negara itu sendiri. Negara jadinya tambah rugi.
Sanksi atas pelanggaran adminsitrasi negara tersebut ditindaklanjuti misal
agar PPK ditingkatkan kompetensi dengan pelatihan. Dalam hal tidak mencapai
kompetensi dalam membuat HPS maka agar
diganti PPK dengan pegawai lain yang lebih kompeten.
Kunci disini selain jangan gratifikasi yaitu adakah kerugian negara, selanjutnya PPK bila ragu dapat
berkoordinasi dengan inspektorat untuk mengawal agar tidak terjadi kerugian
negara.
0 Comments