Indonesia membutuhkan lebih banyak para penyidik dan auditor yang memiliki kemampuan untuk memahami perbedaan antara kekeliruan dan kejahatan. Karena bila pejabat melakukan kekeliruan lalu dipidana, hal ini akan membuat banyak aparat pemerintah takut mengambil keputusan.
Hal tersebut seperti diungkapkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6/2015).
"Mengacu penegakan hukum di beberapa negara maju, perlu dibedakan antara kekeliruan dalam prosedur dan kesengajaan membuat kekeliruan dengan motif kejahatan," kata Amien.
Perbedaan keliru dengan sengaja keliru dengan motif kejahatan kata Amien, tujuannya, pelaku yang dikenakan sanksi hukum adalah penjahat yang sesungguhnya, bukan orang yang melakukan kekeliruan tanpa maksud jahat.
Amien mengatakan, melihat perkembangan modus kejahatan kerah putih di Indonesia, dibutuhkan lebih banyak lagi para penyidik dan auditor yang memiliki kemampuan teknik dan punya intuisi menyibak kejahatan dengan memahami perbedaan antara kekeliruan dan kejahatan tersebut. Karena bila tak sengaja melakukan kekeliruan lalu penyidik memperkarakan, hal ini membuat aparat pemerintah takut dalam mengambil keputusan.
"Mengusut pihak yang melakukan kekeliruan, sementara pelaku kejahatan tidak tersentuh, menyebabkan banyak aparat pemerintah takut mengambil keputusan. Penyerapan APBN & APBD lambat, ekonomi sektor riil kurang berputar, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional kurang tinggi yang kemudian berkontribusi pada nilai rupiah merosot," ungkapnya.
"Kekhawatiran pengambilan keputusan atau langkah-langkah strategis juga terasa sekali di industri hulu migas yang seharusnya bisa mempengaruhi penguatan rupiah. Pasalnya, sekitar 15% pendapatan negara datang dari industri ini," tutup Amien yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Detik finance (rrd/hen)
0 Comments