Putus kontrak thd kontrak yg sedang berjalan harus atas kesepakatan dua belah pihak, krn saat mengikat perjanjian/kontrak adalah mrpkn kesepakatan oleh dua pihak terhadap semua hal yg tercantum dalam kontrak (surat perjanjian, surat penawaran,daftar kuantitas, syarat2 dlm dokumen lelang, spek tenis, gambar, dan syarat lain yg merupakan satu kesatuan yg disebut "kontrak)
Jadi putus kontrak harus atas kesepakatan para pihak yg setuju kontrak diakhiri dengan menerbitkan Addendum kontrak No ....... tentang Pemutusan/penghentian kontrak atau PPK secara kontrak atau ketentuan memiliki hak sepihak untuk memutus kontrak.
Pasti akan menjadi pertanyaan apakah mungkin penyedia bersedia kontraknya di putus dengan resiko jampel disita dan dikenakan black list (di kontrak Bank Dunia disebut "debarment")
Setiap kita akan mengawali pelaksanaan kontrak kita perlu mengadakan rapat yg kalau di pek konstruksi disebut dgn Pre Constraction Meeting (PCM: Rapat persiapan pelaksanaan).
Dalam PCM kita selaku PPK sbg pejabat yg berwenang selain menjabarkan tugas2, hak dan kewajiban penyedia, PPK juga meminta penyedia menjabarkan mengenai strategi penyedia dalam mensukseskan pelaksanaan kontrak agar tepat waktu, kualitas dan biaya, dengan memperhitungkan kemampuan penyedia utk memobilisasi tenaga kerja, alat, bahan dari bulan ke bulan sesuai degan kemampuan likwiditas yg dimiliki. Biasanya disajikan dlm bentuk Bar Chart, S-Curve atau CPM. Apabila berdasarkan paparan yg disampaikan telah dipahami dan disepakati kedua belah pihak, maka dibuat BA yg ditandatangani kedua belah pihak sebagai bagian yg tidak terpisahkan dari Surat Perjanjian/kontrak. Ini harus di tafsirkan sbg janji kedua belah pihak u taat thd apa yg sdh dipaparkan tsb.
Dalam PCM kita selaku PPK sbg pejabat yg berwenang selain menjabarkan tugas2, hak dan kewajiban penyedia, PPK juga meminta penyedia menjabarkan mengenai strategi penyedia dalam mensukseskan pelaksanaan kontrak agar tepat waktu, kualitas dan biaya, dengan memperhitungkan kemampuan penyedia utk memobilisasi tenaga kerja, alat, bahan dari bulan ke bulan sesuai degan kemampuan likwiditas yg dimiliki. Biasanya disajikan dlm bentuk Bar Chart, S-Curve atau CPM. Apabila berdasarkan paparan yg disampaikan telah dipahami dan disepakati kedua belah pihak, maka dibuat BA yg ditandatangani kedua belah pihak sebagai bagian yg tidak terpisahkan dari Surat Perjanjian/kontrak. Ini harus di tafsirkan sbg janji kedua belah pihak u taat thd apa yg sdh dipaparkan tsb.
Sesuai dengan ketentuan dalam dok lelang apabila pek terlambat 10 %, diawal sepanjang kontrak (at early a long the contract) maka segera saat itu juga dijeluarkan SP1 dan diundang rapat u mengetahui penyebab keterlambatan tsb, sekaligus mencari solusi u mengejar ketermbatan apakan dg tambah tenaga, alat atau methoda yg lainnya serta memberikan tenggat waktu u penyedia mengejar keterlambatan biasanya selama 14 hari, dituangkan dalam BA rapat, dengan catatan apabila penyedia tdk dpt mengejar mk akan diberikan SP2. Rapat ini disebut SCM (show cause meeting) Apabila penyedia tidak berhasil mencapai sesuai apa yg dia janjikan dalam rapat PCM diawal kontrak, maka secara fair penyedia sepakat bahwa dia tidak berhasil dan adalah wajar kalau akhirnya harus diputus kontrak atas kesepakatan kedua belah pihak.
Proses SCM tidak perlu memberikan kesempatan denda 50 hari krn sdh jelas penyedia sdh diberi kesempatan sampai SCM 3 ternyata dia sendiri menyatakan tidak mampu shg sdh tdg eligible kontrak dilanjutkan.
Kondisi ini berbeda dgn apabila menjelang akhir kontrak ternyata penyedia terlambat 10 %, maka sdh tdk bisa dilakukan SCM. pada kasus ini dapat dilakukan addendum perpanjangan waktu sesuai alasan teknis yg memungkinkan (misalnya dlm lap harian terdapat peristiwa hujan sepanjang pelaks kontrak 120 jam maka perpanjangan yg boleh diberikan hanya 120/8 jam=16hari/lessmore.) Maka di erikan addendum waktu 16 hari. Apaba dalam 16 hari tidak selesai, maka harus dikeluarkan "Surat pemberitahuan dimulainya perhitungan denda 1/1000/hari palinglama 50 hari. Apabila tidak selesai juga maka harus dilaksanakan putus kontrak atas kesepakatan dua belah pihak dengan menerbitkan "Addendum Kontrak .... Tentang Penghentian/pemutusan kontrak. Tijuannya agar dapat dirinci hak dan kewajiban para pihak. Hak nya penyedia adalah mendapat pembayaran sesuai dgn haknya atas pekerjaan yg sdh terpasang. Kewajian PPK adalah melakukan pembayaran sesuai progres terpasang dengan memberikan sanksi denda 5%+jampel 5%=10%. Sehingga dgn demikian pemerintah tetap tidak rugi (tidak ada kerugian negara atau potensi kerugian negara).
Kesimpulannya :
1. Pekerjaan tidak boleh dibiarkan terlambat lebih dr 10 %, krn kalo lebih maka akan terjadi kerugian negara.
2. Kontrak hrs dikendalikan day by day dengan meminta daily report dari kontraktor yg di approve Kons Pemgawas, dan saat awal pertama terjadi keterlamvatan 10% hrs langsung di beri SP1 dan SCM 1. Sehingga apabila hrs dilakukan putus kontrak masih cukup waktu apabila akan di take over oleh penyedia yg lain.
Apabila terjadi putus kontrak sesuai ketentuan Perpres 4/'15, dapat di cary over oleh calon pemenang rangkin 2, atau dapat di take over oleh penyedia lain yg diyakini mampu dan eligible menyelesaikan pekerjan berdasarkan harga yg sdh terkontrak, secara Tepat waktu, kualitas dan biaya.
Karena pekerjaan yg sdh terkontrak artinya _harga terkontrak tsb adalah harga pasar yg terjadi dlm proses lelang_ sehingga dapat ditunjuk langsung kepada rangking 2 atau penyedia lain berdasarkan harga pasar yg terkontrak
Dalam kasus putus kontrak krn diketahui ada proses pemilihan (lelang) yg tidak halal atau ada pemalsuan dokumen yg kemudian diketahui setelah ber kontrak, proses putus kontrak tetap harus melalui kesepakatan kedua belah pihak.
Dilaksanakan rapat dengan pihak penyedia, kemudian ditunjukkan bukti2 proses tidak halal atau dokumen yg dipalsukan, kemudian dibuat BA rapat. BA rapat ini yg digunakan sbg dasar u membuat Addendum Kontrak ..... Tentang Pemutusan/pengakhiran kontrak, agar hak dan kewajiban para pihak dapat diselesaikan agar dikemudian hari tidak timbul gugatan dari para pihak dan digunakan sbg dasar apabila ada pemeriksaan baik internal, eksternal maupun pihak APH.
Kalau cary over dgn PL kepada calon ke 2 atau ke 3 dapat dilaksanakan langsung tanpa penilaian kualifikasi.
Kalau take over oleh penyedia yg bukan dari calon 2 atau 3 tetap dilaksanakan dengan penilaian kualifikasi sama dengan keadaan darurat dilaksanakan dgn Paska Kualifikasi.
Kalau take over oleh penyedia yg bukan dari calon 2 atau 3 tetap dilaksanakan dengan penilaian kualifikasi sama dengan keadaan darurat dilaksanakan dgn Paska Kualifikasi.
Tulisan ini bersumber dari bapak Alwi Ibrahim mantan Kemen PUPR ( tulisan diedit sedikit )
0 Comments