12Mei2019
Sumbang saran tentang perkembangan peraturan di Indonesia( buat bahan perenungan)
1. Setiap peraturan yang keluar umumnya tidak pernah mengevaluasi performance bangunan2 yang sudah didesain memakai peraturan2 sebelumnya.
2. Contoh peraturan beton (mohon koreksi kalau ada yg keliru): PBI-50(55) ikuti peraturan Belanda GBV. Usaha luar biasa dilakukan alm. Prof. Wiratman dkk merubah total menjadi PBI NI-2 1971 (menurut saya sudah luar biasa baiknya).
Model peraturan beton tipikal indonesia (kombinasi CEB & ACI) semua notasi ganti total dari sigma b (K) menjadi sigma bk.
Berikutnya SKBI 1989 ganti total lagi pakai fc’ mulai adopsi ACI dstnya sampai sekarang SNI 2847 ... 2013(202X) , sudah mulai consistent tidak rubah2 karena mengikuti ACI.
NOTE :
Perhatikan peraturan format ACI sejak 1900-2014 , sampul warnanya tetap biru konsisten, perubahannya gradually (peraturan lama dulu masih berlaku ditaruh di appendix sebagai alternatif) , demikian juga peraturan lainnya ASCE 7-02..7-16, AISC ... 2015 (2018) dstnya.
Buat pengajar seperti saya, _apalagi mahasiswa_, bikin pusing gonta-ganti notasi, akhirnya pemahamannya 'incomplete' peraturan satu dengan yang lebih baru selanjutnya dst.
3. Kita lihat peraturan gempa mulai PMI-70 (adopsi Japan) rubah menjadi SK... 1989 (adopsi NZ & US code) , yang menarik saya ikuti pembahasannya waktu itu (...dapat tugas belajar dari LPMB) usulan Prof. Wiratman untuk tidak begitu saja meningkatkan gaya gempa (respons spetra) dengan tetap mempertahankan untuk Jakarta C= 0.05 supaya tidak drastis perubahannya (...lebih fokus penyempurnaan detailing, konsep criteria design, gempa design, besar & umur bangunan) dengan bangunan2 yang didesign sebelumnya.
A wise thought.
Berikutnya peraturan rubah total dengan mengadopsi ASCE 7, ganti SNI 1726-2002 , PGA 0.18 naik untuk Jakarta.
SNI 1726-2012, PGA naik lagi 0.23 untuk Jakarta.
SNI 1726-2019 PGA naik lagi ??? + ketentuan baru tidak ada kompensasi buat analisa dinamis dari 80% (85%) menjadi 100%.
4. Realita bangunan2 yang _completely failure_ pada gempa di Aceh, Padang, Jogya , Sukabumi , Palu , Bali-Lombok umumnya ruko & bangunan2 yang tidak didesign & detail sesuai peraturan PMI-70, SKBI-98 atau SNI 1726.
Pernah design menara air di Aceh dengan PMI-70, Padang, Bali (SKBI) , Palu (SNI 2002) krn _detailing & kualitas pelaksanaan cukup (baik)_ dihantam gempa 2000 tahunan Aceh masih tidak collapse, Palu gempa 500 tahunan msh immediate occupancy.
5. Haruskah gaya gempa naik 'instead of improvement in detailing & tight supervision of the actual construction'?
Menaikan gaya gempa (artinya) 'increasing the structural costs significantly' baik untuk bangunan dengan T rendah (ruko, low rise) maupun T besar (high rise) padahal 'in reality it is wise or OK'.
Ironinya beberapa bangunan di Jakarta didesain sesuai peraturan SNI 1989, 2002 'by the time in completion' berlaku peraturan SNI 1726-2012 belum operational harus dlakukan perkuatan, SLF tidak keluar , siapa yang salah???
Bilamana dilakukan building audit hampir semua bangunan tinggi di Indonesia (walaupun sudah 'in service' lebih dari 15 tahun) menjadi tidak layak pakai.
Bagaimana dengan para tenant , ini realita yang dihadapi saat ini.
Siapa yang salah ???
6. Buat yang bikin peraturan baru sih sangat bagus karena (bangunan2) akan jadi lebih aman. (Namun) buat yang mengalami selaku pelaku/pengguna SNI seperti saya, client/owner, users (society) ini benar2 'harmful'.
Buat direnungkan bersama.
(Saya pernah harus beberapa kali perkuat bangunan baru selesai akibat hal2 tersebut)
Hadi Rusjanto
Annin H
0 Comments