Untuk kontrak yang pelaksanaannya ada proses dalam pengerjaannya maka untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan, perlu
dipikirkan kemungkinan terburuk atau meminimalisir risiko. Dalam meminimalisir risiko maka perlu
dicantumkan dalam dokumen pemilihan mengenai pengendalian kondisi pelaksanaan
pekerjaan nantinya. Hal tersebut merupakan
bagian dari draft kontrak yang diterima oleh penyedia dalam dokumen pemilihan. Selanjutnya bila sudah terpilih pemenang lelang/seleksi, dokumen tersebut merupakan klausul di dalam kontrak. LKPP saat ini sedang menyusun mengenai kontrak kritis. Berikut ini adalah versi pengelolaan kontrak kritis berdasar Standar Dokumen Pengadaan Konstruksi yang dikembangkan oleh Kemen PU.
bagian dari draft kontrak yang diterima oleh penyedia dalam dokumen pemilihan. Selanjutnya bila sudah terpilih pemenang lelang/seleksi, dokumen tersebut merupakan klausul di dalam kontrak. LKPP saat ini sedang menyusun mengenai kontrak kritis. Berikut ini adalah versi pengelolaan kontrak kritis berdasar Standar Dokumen Pengadaan Konstruksi yang dikembangkan oleh Kemen PU.
KLAUSUL KONTRAK KRITIS DI TULIS DI KONTRAK SBB :
=====
a. Dalam hal keterlambatan maka penanganan kontrak kritis dilakukan dengan Rapat pembuktian (show cause meeting/SCM)
Apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadual, maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis.
a. Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% – 70%
dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana;
b. Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% -
100% dari kontrak), realisasi fisik
pelaksanaan terlambat lebih besar 5%
dari rencana.
c. Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik
pelaksanaan terlambat kurang dari 5%
dari rencana dan akan melampaui tahun
anggaran berjalan.
1) Pada saat kontrak dinyatakan kritis direksi pekerjaan menerbitkan surat
peringatan kepada penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan SCM.
2) Dalam SCM direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas dan
menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam
periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam berita
acara SCM tingkat Tahap I
3) Apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka harus diselenggarakan
SCM Tahap II yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus
dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba kedua) yang
dituangkan dalam berita acara SCM Tahap II
4) Apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus diselenggarakan SCM
Tahap III yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus
dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang
dituangkan dalam berita acara SCM. Tahap III
5) Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas keterlambatan
realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
=====
Pasal 93 Perpres 54 tahun 2010
(1) PPK dapat memutuskan Kontrak
secara sepihak apabila:
b. Penyedia Barang/Jasa
lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak
memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
silakan klik di
http://www.mudjisantosa.net/2016/12/pengendalian-kontrak.html
silakan klik di
http://www.mudjisantosa.net/2016/12/pengendalian-kontrak.html
5 Comments
Aturan ini tertuang dalam Permen PU No. 06/PRT/M/2008
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSebetulnya bila ini dijalankan, kita tidak repot2 untuk membuat keputusan karena cukup jelas bahwa peringatan2 keterlambatan baik ke satu kedua sampai ketiga adalah pada masa pelaksanaan SCM.
ReplyDeleteBgm kalau kontrak sdh hbs waktu, apa yg diarahkan tidak dilakukan, progres tarmyn baru 50%, apa bisa diputuskan kontrak sepihak oleh ppk.. Mhn penjelasannya pak.. Terima kasih
ReplyDeleteBgm kalau kontrak sdh hbs waktu, apa yg diarahkan tidak dilakukan, progres tarmyn baru 50%, apa bisa diputuskan kontrak sepihak oleh ppk.. Mhn penjelasannya pak.. Terima kasih
ReplyDelete