header 2

𝘉𝘭𝘰𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘫𝘶𝘢𝘯 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 , 𝘦𝘧𝘪𝘴𝘪𝘦𝘯,𝘦𝘧𝘦𝘬𝘵𝘪𝘧,𝘵𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯,𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘪𝘯𝘨, 𝘢𝘥𝘪𝘭/𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘴𝘬𝘳𝘪𝘮𝘪𝘯𝘢𝘵𝘪𝘧 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶𝘯𝘵𝘢𝘣𝘦𝘭.

Analisa Kerugian negara dari auditor, atas kerugian negara dari pelaksana pengadaan


Suatu pengadaan generator listrik senilai Rp. 1,3 miliar telah dilakukan dengan penunjukan langsung.
Penunjukan langsung dilakukan atas dasar SK Bupati agar Kantor Pemkab cepat terpenuhi adanya listrik.

Berdasarkan penelitian aparat penegak hukum, hal ini melanggar Perpres Pengadaan, yang seharusnya dilakukan dengan pelelangan dan bukan penunjukan langsung karena darurat, karena listrik tidak mati selamanya.

Kemudian dihitung mengenai kerugian negara, yaitu ditelusuri dari pabriknya yang menjual sebesar Rp. 1 miliar kepada pabrik kelapa sawit.

Dengan demikian ada kerugian negara sebesar Rp. 300 juta.

Tanggapan:
Kepala daerah adalah pejabat yang bertanggungjawab terhadap kemajuan daerah. Jangan biarkan suatu kantor, suatu hari tiba-tiba listriknya mati, tidak bisa melayani masyarakat atau tidak bisa berkinerja karena gara-gara proses pengadaan. Karena pengadan generator listrik belum tersedia.

Kepala daerah dapat segera memutuskan bila tidak tersedia generator listrik, untuk memerintahkan penunjukan langsung, yang tentunya dengan tidak menyebut nama suatu penyedia (dan tidak terima gratifikasi), maka proses penunjukan langsung diproses oleh PPK dan panitia pengadaan (pokja ULP).

Proses penunjukan langsung dilakukan dengan klarifikasi teknis dan negosiasi harga.
Bagaimana bila pengadaan tersebut bukan hal yang mendesak, misal sudah ada generator listrik, dilakukan pengadaan lagi sebagai alat cadangan.

Bila sifatnya tidak mendesak, seharusnya dilakukan dengan pelelangan.
Bagaimana bila pelelangan namun dilakukan penunjukan langsung, apakah hal demikian suatu tindakan pidana ?   

Dalam hal itu bukan kesengajaan dengan niatan jahat,  maka ini adalah pilihan proses pengadaan yang dalam ruang lingkup hukum administrasi negara.
Apakah kesalahan hukum administrasi negara yang tidak diiringi dengan suap dan fiktif,  dan ada kerugian negara, dapat diproses hukum ?

Hukum administrasi negara, bila dilakukan dan ada kesalahan maka ya sanksi administrasi.
Mengenai kerugian negara agar dicermati yaitu harga pembayaran kontrak dengan harga wajarnya dan dalam levelnya.


Misalkan barang yang dibayar tersebut, sudah diterima dan dapat dimanfaatkan.
Misalnya telah dibayar Rp. 1.3 miliar.
Berapa harga wajarnya ?

Harga wajarnya adalah ketika penyedia dalam level yang sama menjual berapa ke instansi pemerintah ? 
Bila tidak bisa maka dihitung dari penyedia level atasnya dengan level penyedia yang memasok ke kantor kita.

Berdasarkan audit tadi sebagai berikut


Pengadaan pemerintah
Pengadaan swasta
Level 1. pabrikan
Harga dipabrikan Rp 1 miliar
Harga dipabrikan Rp 1 miliar

Dijual pabrik sawit Rp 1 miliar
Level 2. penyedia
Penyedia menjual ke pemerintah Rp. 1.3 miliar











Agar diperhatikan disini, untuk pemerintah ada  2 level, sedangkan data pembanding ada satu level, berarti ada ketidaksetaraan. Jadi tidak bisa dinilai bahwa telah terjadi kerugian negara sebesar Rp. 300 juta.

Bila sulit menemukan perhitungan maka dapat dibuat analisa biaya perolehan yaitu Rp. harga beli + keuntungan + PPN 10% = 1.000+ 150 + 115 = 1.265
Kerugian negara = Realisasi pembayaran – harga wajar = 1.300-1.265 = 35 juta.

Kalau kerugian negara hanya Rp. 35 juta dilakukan sidang di pengadilan, maka negara akan lebih tekor lagi, jangan-jangan biaya sidang akan lebih besar dari itu.

Diminta setor saja penyedianya.
Jangan sampai kita menyalahkan orang lain dalam proses pengadaan, sementara instansi kita sendiri juga tidak sempurna melakukan pengadaan. 

Sekali lagi pengadaan barang/jasa adalah pilihan-pilihan prosedural.
Tidak korupsi ya jangan diproses hukum diluar hukum administrasi negara.

Post a Comment

3 Comments

  1. analisis harus dilengkapi dengan bedah 1. terminologi "kerugian negara" dan "korupsi" 2. apple to apple nya perbedaan harga. FEEDBACK 1. poin PERSAMAAN dari kedua terminologi itu adalah "melawan hukum". terminologi melawan hukum pun harus dibedah. secara umum, pelanggaran prosedur merupakan bagian dari melawan hukum. berarti kasus diatas sudah memiliki sebagian komponennya. poin PERBEDAANnya adalah (antara lain) dalam "KORUPSI" ada bukti aliran dana ke org/perusahaan (memperkaya). 2. Harga yang diperoleh auditor harus harga yang beredar atau dapat dibeli oleh konsumen (BUKAN harus ke instansi pemerintah) karena mayoritas komponen HPS sudah terakomodir, dikuatkan lagi adanya mekanisme pengkreditan pajak (PPN) masukan dan pajak (PPN) keluaran di sepanjang jalur distribusi dan berhenti di konsumen. APAKAH pabrik sawit merupakan KONSUMEN atau bukan (pengecer/toko/retailer). jika pabrik sawit adalah konsumen maka objek perbandingan SUDAH apple to apple. analisis berikutnya adalah apakah tanggal penjualan ke pabrik sawit sama (atau paling tidak 'kurang lebih' mendekati) dengan tanggal di SURAT PENAWARAN atau HASIL NEGOSIASI (perlu diingat bahwa harga di tanggal kontrak berasal dari srt penawara/hsl negosiasi. demikian pak semoga bermanfaat bagi para pelaku pengadaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih pak Mustove_kamalove. Sebagian saya setuju, sehingga perlu dibuat HPS dalam level pabrikan, karena penyedianya banyak maka dilelangkan. Dalam hal tidak ada penyedia yang ikut, maka dapat ditunjuk pabrikan tersebut sebagai penyedia. Selanjutnya dalam banyak kejadian, pabrikan tidak bersedia menjadi penyedia untuk pemerintah dengan alasan banyak dokumen yang harus dipenuhi atau dokumen asli yang harus dibawa untuk ditunjukan dalam kualifikasi serta nanti pembayarannya lama. Bila pabrikan tidak bersedia menjadi pemasok untuk instansi pemerintah, maka dapat dilelangkan dalam level distributor/agen/pengecer, yang berarti harus ada keuntungan pada level ini, sehingga tambahan harga bukan sebagai kerugian negara.
      Namun dapat terjadi ketidakcermatan dalam penempatan level, ini fakta lapangan bahwa pe-level-an penyedia masih banyak yang belum dipahami. Kejadiannya misal untuk nilai s,d, Rp 2.5 milar sering diartikan untuk usaha kecil .Ketika suatu pengadaan ada salah dalam menempatkan level penyedia yang berakibat kepada kesalahan posisi harga, sepanjang tidak ada korupsi maka penyedia dibayar biaya perolehan sampai barang dapat difungsikan. Berikutnya bila ada selisih agar disetorkan saja. Perlu juga diperhatikan biaya overhead yang terjadi.

      Delete
  2. Dalam audit, dikenal ada tiga hal, yaitu ekonomis, efisien, dan efektif.
    Permasalahan di atas, terkait dengan hal ekonomis, yaitu masalah harga perolehan input yang lebih mahal dari harga pasar wajar.

    Untuk menentukan seberapa besar kemahalan harganya, perlu ada data pembanding yang "apple to apple" dengan harga pembelian/perolehan yang sudah direalisasikan.
    Perlu ada kesetaraan waktu pembelian, lokasi pembelian, kuantitas pembelian, kebijakan harga jual, dsb.
    Yang perlu diperhatikan lagi adalah ada/tidaknya gratifikasi/suap dalam proses pengadaan tersebut.

    ReplyDelete