header 2

𝘉𝘭𝘰𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘫𝘶𝘢𝘯 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 , 𝘦𝘧𝘪𝘴𝘪𝘦𝘯,𝘦𝘧𝘦𝘬𝘵𝘪𝘧,𝘵𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯,𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘪𝘯𝘨, 𝘢𝘥𝘪𝘭/𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘴𝘬𝘳𝘪𝘮𝘪𝘯𝘢𝘵𝘪𝘧 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶𝘯𝘵𝘢𝘣𝘦𝘭.

Pelelangan Ulang


Dalam Perpres 54 tahun 2010    Pasal 84 ayat 1

Dalam hal Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung dinyatakan gagal, maka ULP segera melakukan:

a. evaluasi ulang;
b. penyampaian ulang Dokumen Penawaran;
c. Pelelangan/Seleksi/Pemilihan Langsung ulang; atau
d. penghentian proses Pelelangan/Seleksi /Pemilihan Langsung.


PA/KPA, PPK dan/atau ULP melakukan evaluasi penyebab terjadinya pelelangan gagal, antara lain:

a)     kemungkinan terjadinya persekongkolan  untuk menggagalkan lelang, tujuannya agar pelelangan diulang, setelah diulang mereka hanya memasukkan satu penawaran , sehingga dapat dilakukan penunjukkan langsung, hal demikian lebih mudah dilakukan di pelelangan manual., sedangkan di pelelangan di LPSE lebih sulit dilakukan.
b)     adanya persyaratan yang diskriminatif; seperti mensyaratkan SITU harus dari daerah setempat, atau tenaga ahli yang harus memiliki SKA tertentu, sedang di daerah itu yang memiliki hanya satu, tentunya bagi penyedia untuk merekrut tenaga ahli dari daerah lain akan menaikkan nilai penawaran yang berat, dst  
c)     spesifikasi teknis terlalu tinggi;
d)     spesifikasi mengarah pada satu merek/produk tertentu, kecuali suku  cadang;
e)     nilai total HPS pengadaan terlalu rendah; misal biaya pengiriman tidak dihitung dalam HPS padahal biaya pengiriman mungkin  sangat signifikan dalam pembiayaan, HPS mengikuti standar biaya daerah  yang nilainya kemungkinan dibawah harga pasar dsb.
f)      nilai dan/atau ruang lingkup pekerjaan terlalu luas/besar
g)    kecurangan dalam pengumuman. Pengumuman pelelangan tidak terlihat mudah atau tidak dapat diakses secara luas.
h)     Adanya kesalahan dalam hal pemaketan, sehingga banyak penyedia yang tidak bisa memenuhi penawaran karena salah satu item hanya bisa dipenuhi oleh penyedia tertentu
i)      Waktu pengerjaan pekerjaan terlalu singkat
j)  dukungan distributor atau pabrikan, hanya dimiliki oleh satu penyedia saja
k) klasifikasi usaha kecil atau non kecil tidak tepat. Misal  ada paket pekerjaan senilai Rp. 600 juta seharusnya untuk usaha non kecil, tetapi yang disyaratkan untuk usaha kecil. Usaha kecil baru bisa untung kalau Rp. 650 juta.
l) klasifikasi bidang atau subbidang yang tidak sesuai
m) perlunya pelatihan bagi penyedia setempat untuk memahami proses pengadaan melalui LPSE. Penyedia setempat harus mampu menggunakan SPSE.


    Jadi agar dikaji pemaketan, spesifikasinya apakah sudah benar, dokumennya apakah bisa dipenuhi oleh para penyedia dan HPSnya apakah  dapat memberi keuntungan bagi penyedia.

Setelah pengkajian dan perbaikan terhadap dokumen pengadaan maupun HPS maka dapat diumumkan pelelangan kembali. Untuk mengurangi risiko kegagalan dapat diundang para penyedia yang potensial untuk mengikuti pelelangan yang bersifat terbuka di LPSE. Pemberian undangan tersebut tidak mempengaruhi evaluasi dan penetapan pemenang.

Pelelangan ulang, tidak dibatasi untuk dua kali saja, tetapi bisa berkali-kali sepanjang waktu untuk pengadaan s.d. pembayarannya masih ada waktu.

Bila setelah perubahan dokumen dan pelelangan ulang masih juga tidak berhasil menjaring peserta, sebaiknya dana anggaran dialihkan kepada kegiatan lain.

Namun bila barang/jasa tersebut diperlukan sekali, maka PA/KPA dapat mengambil alih atau mengambil risiko tanggung jawab setelah melalui perubahan dokumen dan setelah pelelangan ulang, untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya seperti penunjukkan langsung/pengadaan langsung dengan memperhatikan kewajaran harga.

Post a Comment

0 Comments