Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini mendorong perilaku individu maupun organisasi menjadi semakin lebih dinamis. Banyaknya kemudahan yang ditawarkan oleh produk yang dihasilkan dari perkembangan teknologi informasi semakin mempengaruhi gaya hidup, wawasan bahkan pengambilan keputusan baik yang dilakukan oleh pribadi, kelompok, maupun organisasi baik di sektor swasta dan juga pemerintahan
Adanya perkembangan teknologi informasi, khususnya internet,
telah mengubah pandangan hidup banyak orang. Kini, internet bukan lagi sekedar
pelengkap. Bahkan telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Tak heran jika di masa
sekarang ini aksesibilitas internet tidak terbatas pada perangkat komputer.
Namun sudah merambah ke perangkat telepon genggam dan barang- barang gadget
lainnya. Singkatnya, internet sudah menjadi bagian dari budaya manusia saat
ini.
Adalah suatu fakta yang tidak terbantahkan bahwa salah satu fenomena
dari makin digunakannnya secara luas internet sebagai bagian dari kehidupan
sehari-hari oleh masyarakat pada akhir-akhir ini adalah adanya tren belanja
secara on-line. Munculnya situs-situs yang menawarkan kemudahan untuk
berbelanja seperti bhineka.com, tokobagus.com, berniaga.com dan lain sebagainya
menandakan bahwa trend belanja secara on-line bukan hanya sebagai gaya hidup
tapi merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Situs-situs yang
memfasilitasi belanja on-line tersebut bukan hanya sekedar menawarkan produk,
tapi juga bagaimana menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk berbelanja tanpa
harus menghabiskan waktu dan tenaga. Sesuatu yang pastinya masih terjadi jika
melakukan belanja secara konvensional. Disamping itu pula, situs-situs tersebut
juga menampilkan variasi dari produk yang ditawarkan , baik barang maupun jasa,
lengkap dengan harga yang dipublikasikan. Tidak berhenti sampai disitu, bahkan
pembeli dapat menghubungi pihak penjual karena situs-situs tadi juga mempublikasikan
informasi tentang pihak penjual. Lengkap dengan nomor kontak yang dapat
dihubungi. Kemudahan-kemudahan inilah yang diyakini banyak pihak bahwa belanja
on-line kelak akan menjadi fenomena tersendiri di masyarakat yang semakin lama
makin modern dan maju. Tidak hanya di dominasi oleh kelas atas, bahkan
masyarakat kelas menengah dan bawah pun akan terbiasa untuk berbelanja secara
on-line.
Dengan semakin murahnya harga perangkat gadget, tarif pulsa
dari perusahaan telekomunikasi yang semakin kompetitif, maka makin menciptakan
kemudahan yang lebih besar bagi masyarakat untuk melakukan belanja on-line
dimana pun dan kapan pun tanpa harus dibatasi waktu dan tempat. Tak perlu lagi
harus pergi ke pasar, toko, bahkan swalayan atau menghabiskan waktu luang
dengan berbelanja, karena perkembangan teknologi telah memudahkan siapa pun
untuk berbelanja secara on-line tanpa harus mengeluarkan tenaga extra. Tidak
heran jika para produsen yang menguasai produk atau jasa yang sudah terkenal
pun ramai-ramai menyediakan sistem yang memungkinkan masyarakat untuk membeli
produk mereka secara on-line!
Belanja
Pemerintah
Harus diakui, bahwa faktanya disektor pemerintahan, bagaimana
pemerintah melakukan belanja barang dan jasa atau lazimnya sering disebut
pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) terkesan jalan ditempat. Belum ada
sebuah terobosan yang dianggap cukup berarti. Di masyarakat, kegiatan belanja
barang dan jasa secara on-line sudah bukan lagi menjadi sekedar gaya hidup
namun telah menjadi fenomena tersendiri. Hal tersebut, yang sayangnya, belum
menjadi tren di kalangan organisasi pemerintahan baik di pusat maupun daerah. Belum
menjadi tren belanja secara on-line khusus untuk PBJP dirasakan sebagai fakta
yang dianggap sebagai sektor yang terbelakang.
Keterbelakangan di sektor PBJP semakin diperparah oleh
pemberitaan berbagai media tentang bagaimana PBJP dipandang sebagai lahan basah
bagi sebagian oknum pejabat pemerintah untuk melakukan korupsi. Kasus Wisma
Atlet, Hambalang dan terakhir korupsi alat-alat kesehatan di Tangerang Selatan
yang sedang dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin menambah
cerita pilu tentang PBJP. Belum lagi berkembang sebuah “mind set” di tengah
masyarakat bahwa PBJP identik dengan arisan penyedia barang/jasa tertentu,
pengaturan tender, bagi-bagi anggaran pusat maupun daerah dan sebagainya.
Sehingga menyebabkan kegiatan PBJP seolah-olah menjadi kegiatan yang bukan lagi
dipandang sebelah mata tetapi menjadi tidak menarik untuk dikembangkan atau digarap
dan dikembangkan secara lebih serius.
Hal tersebut dperparah dengan sinisme yang berkembang di
masyarakat bahwa PBJP identik dengan proses yang rumit, ribet, merepotkan dan
cenderung menyulitkan. Disatu sisi, maraknya pemberitaan kasus-kasus korupsi di
PBJP membuat beberapa kalangan di pemerintahan cenderung menghindar atau bahkan
memutuskan untuk tidak terlibat dalam proses PBJP. Singkatnya, mereka cenderung
menolak untuk menjadi personil pengadaan. Cerita dan kondisi yang memilukan ini
masih saja terjadi ditengah perkembangan kehidupan masyarakat yang kian modern.
Peran
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Sejak terbentuk pada 6 Desember 2007, Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berupaya untuk melaksanakan terobosan
di bidang PBJP. Terobosan pertama adalah dengan menerbitkan regulasi pengadaan
yang sama sekali baru dari pendahulunya, yakni Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang
menggantikan Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Terobosan yang diperkenalkan adalah
kenaikan ambang batas nilai untuk Pengadaan Langsung, Kontrak Payung, Sayembara
dan Kontes serta adanya Jaminan Sanggahan Banding. Juga mulai diatur bahwa
Sanggahan Banding akan menghentikan proses pelelangan. Sesuatu hal yang tidak
diatur oleh regulasi yang lama. Kemudian menyusul perkembangan yang terjadi di
masyarakat dikeluarkannya revisi atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yakni Perpres
Nomor 70 Tahun 2012 dimana ambang batas nilai Pengadaan Langsung yang semakin
dinaikan, diperkenankannya Pelelangan Terbatas untuk pengadaan barang,
pelelangan untuk penyedia barang/jasa dari Luar Negeri, dan diaturnya
Penunjukan Langsung dalam kondisi tertentu.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 110 ayat 4 Perpres Nomor 70
Tahun 2012 telah mengamanatkan bahwa instansi pemerintah dapat melakukan
E-Purchasing dengan barang/jasa yang masuk dalam katalog elektronik yang
dikembangkan oleh LKPP. Tentunya terobosan dalam regulasi sudah selayaknya
disambut baik oleh berbagai kalangan. Akan tetapi, tataran regulasi saja
tentunya tidak cukup. Perlu ada terobosan lain yang diperlukan untuk mendorong
semakin digunakannya mekanisme E-Purchasing dalam PBJP.
Saat ini, LKPP telah berhasil memasukan beberapa jenis barang
dan jasa, termasuk jasa internet, ke dalam sistem katalog elektronik. Pada
pertemuan dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada beberapa waktu lalu, LKPP
telah berhasil menambah jenis barang dan jasa di dalam katalog elektronik.
Adanya katalog elektronik semakin memudahkan instansi pemerintah untuk dapat
mengefisienkan serta mengefektifkan PBJP mereka. Semestinya, dengan
diperkenalkannya E-Purchasing berikut dengan katalog elektroniknya menjadikan
PBJP menjadi lebih mudah, tidak rumit dan juga tidak menimbulkan ketakutan akan
munculnya tunduhan korupsi karena harga yang tercantum dalam katalog elektronik
tersebut sudah tertuang dan tertayang dengan wajar.
Dapat dilihat secara sepintas, bahwa mekanisme E-Purchasing
sebenarnya identik dengan belanja secara on-line yang sering dilakukan oleh
masyarakat kita dalam kesehariannya. Adanya kesamaan inilah yang semestinya
dipahami oleh para pemangku kebijakan bahwa upaya mendorong penggunaan
E-Purchasing dalam PBJP sama artinya dengan mendorong instansi pemerintah untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat. Sekaligus mendorong instansi
pemerintah untuk senantiasa meningkatkan efektfitas, efisiensi dan pembelian
barang/jasa yang tepat guna sesuai dengan harga dan kebutuhannya.
E-Purchasing,
Manfaat, Peluang dan Tantangan
Tak dapat dipungkiri bahwa PBJP dengan E-Purchasing memiliki
banyak keunggulan dan kemudahan yang ditawarkan. Selain bebas prosedural yang
rumit dan terkadang berbelit, personil yang ditugaskan untuk melaksanakan
pengadaan akan lebih mudah dalam pelaksanaannya. Tidak perlu proses lelang yang
panjang, karena sudah tersusun secara elektronik. Tidak perlu repot menyusun
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) karena tinggal membeli barang atau jasa yang
tertera di katalog sesuai dengan harga yang sudah terpublikasikan. Tak perlu
lagi was-was akan penyelidikan Aparat Penegak Hukum, karena harga barang atau
jasa yang dipublikasikan dapat dipertanggungjawabkan, bahkan lebih murah dari
harga pasaran secara umum. Selain itu pula, dengan E-Purchasing pastinya akan
menutup peluang terjadinya pelelangan gagal, karena produsen barang atau jasa
yang tercantum di dalam katalog sudah menjamin akan ketersediaan barang atau
jasa yang ditawarkan berikut dengan harganya.
Adanya kemudahan dan keunggulan inilah yang menyebabkan
terbukanya peluang bagi penyedia barang atau jasa khususnya yang bertindak
sebagai produsen. Dengan terdaftar dalam katalog elektronik, maka penyedia
barang atau jasa secara langsung mempromosikan produk mereka secara gratis
kepada seluruh instansi pemerintah yang ada di Indonesia! Dengan tercantum pada
katalog elektronik tidak hanya menaikan reputasi perusahaan namun juga mampu
meningkatkan akses menuju pasar pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Tambahan manfaat dari penggunaan E-Purchasing terutama bagi
personil pengadaan yang terlibat dalam PBJP akan mengurangi adanya sanggah,
sanggahan banding maupun pengaduan terkait dengan proses PBJP. Sehingga,
personil pengadaan akan semakin fokus dalam kegiatan PBJP dan tentunya akan
mampu meningkatkan produktifitas secara lebih baik lagi. Penggunaan
E-Purchasing juga akan sedikit banyak membantu ketersediaan barang dan jasa
yang dibutuhkan oleh instansi pemerintah pengguna. Karena dapat memesan dan
membeli barang atau jasa yang dibutuhkan kapan pun dan dimanapun selama 24 jam
sehari.
Namun terlepas dari kemudahan maupun keunggulan dari yang
ditawarkan oleh E-Purchasing, hal tersebut menciptakan tantangan yang pastinya
juga besar. Tantangan demi tantangan tentunya perlu disikapi secara lebih
dewasa dan matang untuk mengawal penggunaan sistem ini lebih baik lagi.
Tantangan-tantangan tersebut antara lain:
Pertama, tidak bisa tidak peran LKPP akan semakin dominan dan
memiliki tugas yang amat berat. Amanat yang ditetapkan pada Pasal 110 ayat 2
Perpres Nomor 70 Tahun 2012 mewajibkan LKPP untuk mempersiapkan sistem yang
mampu memfasilitasi sistem E-Purchasing yang sanggup beroperasi 24 jam sehari
dan memiliki aksesibilitas pada semua instansi pemerintah baik di pusat maupun
di daerah yang ada di seluruh Indonesia. Dengan komposisi jumlah pegawai yang
saat ini dimiliki masih kurang dari 1000 orang, tentunya tugas LKPP untuk
menjamin kelayakan dan keandalan sistem informasi dan komunikasi yang digunakan
serta up dating harga barang atau jasa di katalog elektronik akan menjadi
semakin sangat berat.
Kedua, perlunya perubahan mind set bagi para pemimpin yang
ada di instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, terutama para Kepala
Daerah. Penggunaan E-Purchasing secara luas juga membutuhkan perubahan mind set
bahwa pengadaan bukan merupakan cara “membalas jasa” bagi para pengusaha yang
telah membantu sang Kepala Daerah dalam menghantarkan mereka menduduki jabatan
tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa PBJP merupakan cara yag sering
ditempuh para Kepala Daerah sebagai imbal jasa kepada para pengusaha penyandang
dana yang telah membantu mereka memenangi pemilihan Kepala Daerah. Dengan
menggunakan E-Purcasing, maka peluang untuk memanfaatkan PBJP sebagai sarana
untuk balas jasa tersebut pastinya akan semakin mengecil atau bahkan bisa
hilang sama sekali.
Ketiga, perlunya penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) di
bidang pengadaan yang harus dilakukan segera. Penggunaan E-Purchasing dalam
PBJP mengharuskan adanya personil pengadaan yang memiliki kemampuan dan wawasan
tentang teknologi yang lebih baik dari yang sebelumnya. Hal ini tentunya, akan
berdampak kepada perubahan kurikulum dan silabus pelatihan personil yang akan
maupun sudah terlibat dalam PBJP.
Keempat, juga bersifat aksioma bahwa penggunaan E-Purchasing
dalam PBJP memerlukan sarana, prasarana dan infrastruktur teknologi informasi
yang memadai. Hal ini juga berarti memerlukan ketersediaan anggaran yang sangat
besar untuk menjaga dan mengawal sistem ini agar penggunaannya dapat diandalkan
selalu setiap saat. Secara tidak langsung, dapat dikatakan bahwa nantinya untuk
mewujudkan sarana, prasarana dan infrastruktur teknologi informasi dibutuhkan
komitmen pimpinan di bidang anggaran yang lebih besar dari sebelumnya.
Kelima, perlunya dukungan peraturan yang lebih tinggi dari
Peraturan Presiden untuk menjamin bahwa sistem PBJP dengan menggunakan
E-Purchasing akan terus diimplementasikan secara terus-menerus secara kontinu
baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah yang ada di seluruh Indonesia.
Jika terdapat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari Perpres, maka
kontinuitas dari pelaksanaan PBJP dengan menggunakan sistem E-Purchasing tentunya
akan lebih terjamin keandalannya.
Epilog
Sebagaimana aksioma yang berlaku secara umu bahwa perubahan
adalah sesuatu hal yang bersifat pasti. Jika perubahan datang maka yang bisa
dilakukan adalah ikut menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut atau akan
ketinggalan dan lama-lama mati. Dengan mulai diberlakukannya sistem
E-Purchasing dalam PBJP tentunya setiap pihakyang berkepentingan wajib berubah.
Tidak hanya sekedar perubahan sistem dari manual menjadi elektronik tapi juga
merubah perilaku, mind set dan juga komitmen. Perubahan sistem pengadaan dari
yang terbiasa melalui pelelangan menjadi katalog elektronik bukan saja
memerlukan partisipasi dan kesiapan banyak pihak. Namun juga membutuhkan
perubahan mentalitas semua pihak yang berkepentingan. Memang hal tersebut
bukanlah pekerjaan yang mudah, namun dengan keniscayaan akan perubahan maka mau
tidak mau hal tersebut pada akhirnya memang akan dilakukan dalam waktu yang,
tentunya, tidak terlalu lama.
Samudra
Gunadharma
Pejabat Pengadaan pada PPK V – LKPP periode 2010 – 2012
Dapat dihubungi pada 081316507296
0 Comments