Pengadaan itu adalah pilihan-pilihan atas batasan dana, waktu, sumber daya manusia, barang/jasa dan termasuk penyedianya juga.
Pelaksanaan pengadaan tidak selalu dapat menggunakan satu cara proedural aturan.
Atau bahkan sering aturan tertinggal dengan dinamika yang berkembang.
Kita akan semakin yakin dengan pendapat ini bila membaca berbagai literatur strategi pengadaan, yang tujuan pengadaan adalah value for money, nilai keekonomisan mana yang terbaik untuk dituju.
Sehingga pilihan-pilihan yang diambil di saat perencanaan anggaran, pelaksanaan pengadaan, pelaksanaan kontrak, serah terima pekerjaan dan pembayarannya tidak dapat dinilai serta merta tidak sesuai aturan sebagai perbuatan melawan hukum dan atau menjadi bermasalah hukum pidana.
Sepanjang tidak ada pemalsuan data, suap/gratifikasi, fiktif dan aliran ketidakpatutan aliran dana maka pilihan tindakan bukan masalah pidana.
Secara nyata UU Tipikor memang menyebut suatu tindakan dan dikaitkan dengan kerugian negara. Atau setiap pilihan tindakan yang tidak sesuai aturan dan hasil tindakan itu diukur dihitung ada tidak kerugian negara. Yang kerugian negara itu harus bersifat nyata dan pasti.
Poin ketidaksepakatan penulis adalah dalam masalah kerugian negara. dan masalah kerugian negara menjadi dasar proses pengadilan tipikor. Keberatan penulis bagaimana seseorang/tim yang tidak melakukan tindakan pidana, tetapi melakukan pilihan dan pilihannya ditakar dengan adanya kerugian negara, padahal yang bersangkutan tidak ada kesengajaan menerima suap, tidak ada pemalsuan, tidak ada pekerjaan fiktif dan tidak ada aliran ketidakpatutan dana. Yang bersangkutan hanya salah dalam proses evaluasi yang menurut pemahamannya adalah benar, misal suatu penawaran digugurkan karena tidak ada dokumen tertentu, ternyata setalah diaudit/diperiksa dokumen tersebiut ada. Menurut pendapat penulis sepanjang hal tersebut bukan kesengajaanm maka hanyalah potensi kerugian negara saja.
Peran inspektorat untuk mengawal dan menilai proses seberapa jauh kerugian negara dapat diterima, jika bersifat signifikan maka dapat direkomendasikan hasil lelang perlu dikaji kembali atau kontrak perlu dibatalkan atau pembayaran kontrak ada nilai yang harus disetor kembali.
Selanjutnya perlu evaluasi terhadap kompetensi dan nilai-nilai integritas secara terus menerus, sehingga pelaksana pengadaan seperti ULP / PPK dsb selalu dipercaya sebagai para penggerak kemajuan negeri ini. Kita kembangkan mekanisme sistem secara aplikasi, prosedur dan format-format yang terukur sehingga dunia pengadaan jauh dari penyalahgunaan dan stigma korupsi.
Sehingga sepanjang bukan perbuatan pidana, maka ULP / PPK tidak perlu berurusan dengan disibukkan penyelidikan/penyidikanm krena aduan LSM mamupun para pihak yang tidak puas dengan pelaksanaan lelang dan kontrak. Proses lelang sudah ada sanggah, sanggah banding, pengaduan ke inspektoratm pengawasan pengaturan lelang oleh KPPU serta audit BPK
Bagi yang tidak sependapat dengan tulisan ini, sehinga ini perlu menjadi perhatian bagi ULP dan PPK bahwa secara real atau fakta berdasar UU Tipikor setiap perbuatan yang menyimpang prosedural dan ada kerugian negara dapat menjadi masalah hukum. Ini yang di acu oleh para praktisi hukum, meskipun saya tidak sependapat karena kecintaan atas kemajuan dan kesejahteraan negeri.
1 Comments
Setuju sekali dengan tulisan ini , Indonesia tidak akan maju dan sejahtera dengan keadaaan hukum kita yang seperti ini ,kesalahan administrasi dianggap pidana......klu kita hitung secara masuk akal kerugian negara sebenarnya siapa yang merugikan negara....contoh : 1 kasus korupsi yang ditangani penegak hukum , brpa uang negara yang dikeluarkan untuk biaya dri penyelidikan sampai persidangan? sedangkan angka kerugian negara yang ditimbulkan kadang tidak seberapa .....tidak sebanding dengan uang negara yang dikeluarkan untuk penyelesaian kasus tersebut.
ReplyDelete