VIVAnews - Yusril Ihza
Mahendra, pengacara Siti Fadilah Supari menyatakan, kasus hukum yang
menimpa kliennya terkait kebijakan saat Siti masih menjabat Menteri
Kesehatan.
Karena kondisi luar biasa (KLB) seperti
itu, kata Yusril, maka seorang Menteri Kesehatan bertanggung jawab untuk
segera memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hancur agar korban
tidak bertambah.
“Beliau dapat usul dari anak buah, harus
ada penanganan darurat. Melalui Sekjen Depkes beliau meminta harus ada
peralatan kesehatan yang sifatnya segera,” kata Yusril kepadaVIVAnews, Kamis 19 April 2012.
Kebijakan dalam pengadaan bantuan
pascabencana sekitar Rp15 miliar itu, dikatakan Yusril telah sesuai
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Melalui bawahannya, Siti Fadilah meminta
diadakan peralatan kesehatan yang sifatnya segera untuk menangani
korban bencana. “Dan beliau minta kepada Sekjen dan Biro Keuangan supaya
itu ditelaah terlebih dulu,” katanya.
Setelah proses penelaahan dilakukan,
kata Yusril, Siti Fadilah pun menjawab surat tersebut bahwa penunjukkan
langsung bisa dilakukan. Namun dengan catatan, mengharuskan pelaksanaan
penunjukkan langsung itu sesuai peraturan yang berlaku yakni, Kepres
Nomor 80 tahun 2003 tersebut.
“Saya sudah baca surat penunjukkan langsungnya. Tidak semua penunjukkan langsung itu melanggar hukum. Harus dilihat case by case.
Orang melihatnya saat ini penunjukkan langsung saja, tapi tidak melihat
kondisi pada saat itu. Bagaimana jika saat itu tidak ditangani segera,”
tegasnya.
Bahkan kata Yusril, dalam pengadaan
barang dan jasa, Kepres 80 tahun 2003 itu juga digunakan semua menteri.
“Termasuk ketua KPK,” katanya.
Bahwa dalam pelaksanaan pengadaannya
terjadi pelanggaran hukum, kata Yusril, itu bukan tanggung jawab
menteri. Melainkan penanggung jawab teknis di lapangan. Karena semua
prosedur penunjukkan langsung sudah dipenuhi sesuai aturan.
“Ini bukan hukum pidana, ini
administrasi negara. Pada level menteri, dia tidak bisa diminta
pertanggungjawaban. Tidak bisa diminta pada level teknis. Karena yang
memesan, yang membayar itu kan bukan menteri,” jelasnya.
“Jadi saya pikir kadang-kadang penyidik
tidak memahami hukum administrasi negara. Penyidik hanya menggunakan
kaca mata kuda, hanya hukum pidana,” ucapnya.
Sementara, Siti Fadilah menegaskan,
selama menjabat Menteri Kesehatan tak pernah melakukan penyimpangan
dalam pelaksanaan proyek di kementeriannya. Termasuk pada pelaksanaan
proyek pengadaan alat kesehatan untuk kejadian luar biasa tahun 2005
yakni banjir bandang di Kota Cane, Aceh Tenggara.
“Seingat saya, saya tidak pernah
melakukan sesuatu yang berlawanan dengan undang-undang yang sudah
ditetapkan. Saya tidak pernah memberikan penunjukkan langsung perusahaan
apa yang akan melaksanakan proyek,” tuturnya.
0 Comments