Dalam mencermati masalah kerugian
negara kita harus melihat empat
undang-undang yaitu :
i. UU 31 tahun 1999
Tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (perubahannya UU No 20 tahun 2001),
ii.
UU 17 tahun
2003 mengenai KEUANGAN NEGARA,
iii.
UU No. 1
tahun 2004 mengenai PERBENDAHARAAN NEGARA, dan
iv. UU 15 tahun 2004 PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN
TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
UU 31 tahun 1999 Tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 2
(1) Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
Penjelasan
Pasal 2
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan
sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan
ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara”
menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak
pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan
bukan dengan timbulnya akibat.
(2) Dalam hal tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu,
pidana mati dapat dijatuhkan.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan
bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada
waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada
waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi,
atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Penjelasan Pasal 2 ( UU 20 tahun 2001)
ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini
adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak
pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap
dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam
nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan
krisis ekonomi dan moneter, dan
pengulangan tindak pidana korupsi.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Pasal 3
Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama dengan
Penjelasan Pasal 2.
Pasal 4
Pengembalian kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 4
Dalam hal pelaku
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah
memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara
atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana
tersebut.
Pengembalian kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan
salah satu faktor
yang meringankan.
Pasal 19
(1) Putusan
pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan terdakwa tidak
dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik akan dirugikan.
(2) Dalam hal putusan
pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk juga barang pihak
ketiga yang mempunyai itikad baik, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan
surat keberatan kepada pengadilan yang bersangkutan, dalam waktu paling lambat
2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk
umum.
(3) Pengajuan surat
keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menangguhkan atau
menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
Penjelasan
Pasal 19 ayat 3
Apabila
keberatan pihak ketiga diterima oleh hakim setelah eksekusi, maka negara berkewajiban
mengganti kerugian kepada pihak ketiga sebesar nilai hasil lelang atas barang
tersebut.
Pasal 32
(1) Dalam hal
penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup
bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik
segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada
instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.
(2) Putusan bebas
dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk menuntut
kerugian terhadap keuangan negara.
Pasal
32
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian
yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang
atau akuntan publik yang ditunjuk.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan “putusan bebas” adalah putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
Pasal 33
Dalam hak tersangka
meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah
ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara
hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada
instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Pasal 34
Dalam hal terdakwa
meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan
secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera
menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara
Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan
perdata terhadap ahli warisnya.
UU no 17 tahun 2003,
UU No 1 tahun 2004 dan UU No 15 tahun 2004 adalah satu paket mengenai
pengelolaa keuangan.
Dalam ketiga UU ini
agar diperhatikan ada hal mengenai tanggung jawab bendahara. Mengenai tanggung
jawab bendahara tidak ada kaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
UU 17
tahun 2003 mengenai KEUANGAN NEGARA
Pasal 35
(1) Setiap pejabat
negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan
mengganti kerugian
dimaksud.
(2) Setiap orang yang
diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau
surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Setiap bendahara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara
yang berada dalam pengurusannya.
(4) Ketentuan
mengenai penyelesaian kerugian
negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara.
UU No. 1 tahun
2004 mengenai PERBENDAHARAAN NEGARA
Pasal 1 Butir 22
Kerugian
Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai.
Setiap pimpinan
kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera
melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
BAB XI
Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
Pasal 59
(1) Setiap kerugian negara/daerah yang
disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera
diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
(2) Bendahara, pegawai
negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar
hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara,
wajib mengganti kerugian
tersebut.
(3) Setiap pimpinan
kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera
melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
Pasal 60
(1) Setiap kerugian negara wajib
dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan
lembaga dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja setelah kerugian
negara itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian negara tersebut
diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan
dan/atau pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
(3) Jika surat
keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian
negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segera mengeluarkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 61
(1) Setiap kerugian daerah wajib
dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala satuan kerja perangkat daerah
kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut
diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan surat pernyataan
kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan
bersedia mengganti kerugian
daerah dimaksud.
(3) Jika surat
keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian
daerah, gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Pasal 62
(1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah
terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(2) Apabila dalam
pemeriksaan kerugian
negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur pidana, Badan
Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih
lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang
mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
Pasal 63
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah
terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tata cara tuntutan ganti kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64
Bendahara, pegawai
negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti
kerugian
negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Putusan pidana tidak
membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
Pasal 65
Kewajiban bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa
jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8
(delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 66
(1) Dalam hal
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan
ganti kerugian
negara/daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia,
penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh
hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang
berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
bersangkutan.
(2) Tanggung jawab
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga)
tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan
diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh
hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian negara/daerah.
Pasal 67
(1) Ketentuan
penyelesaian kerugian
negara/daerah sebagaimana diatur dalam Undangundang ini berlaku pula untuk uang
dan/atau barang bukan milik negara/daerah, yang berada dalam penguasaan
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan
penyelesaian kerugian
negara/daerah dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan
negara/daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan
negara, sepanjang tidak diatur dalam undangundang tersendiri.
UU 15 tahun 2004 PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN
TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
Pasal 13
Pemeriksa dapat
melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
BAB V
Pengenaan Ganti Kerugian Negara
Pasal 22
(1) BPK menerbitkan
surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas
kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan
kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.
(2) Bendahara dapat
mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat
belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Apabila bendahara
tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara bersangkutan.
(4) Tata cara
penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi
dengan pemerintah.
(5) Tata cara
penyelesaian ganti kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum
dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu
persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak
diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 23
(1) Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan badan lain
yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah
kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya
kerugian
negara/daerah dimaksud.
(2) BPK memantau
penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara
dan/atau pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
Pengenaan Ganti Kerugian Negara
Sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 62 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Undang-undang ini mengatur lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian
negara/daerah
terhadap bendahara. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban
bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada
kekurangan kas/barang
dalam persediaan yang merugikan
keuangan negara/daerah. Bendahara tersebut dapat mengajukan keberatan terhadap
putusan BPK. Pengaturan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah ini ditetapkan oleh
BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
Penjelasan Pasal 22
Ayat (1)
Surat keputusan
dimaksud pada ayat ini diterbitkan apabila belum ada penyelesaian yang
dilakukan
sesuai dengan tata
cara penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah yang ditetapkan oleh BPK.
Ayat (3)
Pembelaan diri
ditolak oleh BPK apabila bendahara tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bebas
dari kesalahan, kelalaian, atau kealpaan.
0 Comments