Perbuatan melawan hukum dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disingkat UU PTPK) merupakan inti delik (bestanddeel delict) yang harus dibuktikan untuk menyatakan perbuatan yang dapat dipidana. Selain itu, penjelasan UU PTPK memberikan pengertian bahwa unsur melawan hukum dalam pasal 2 UU PTPK meliputi pengertian formal dan materiil.
Pengertian melawan hukum formal dan materiil sebagaimana penjelasan pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Keputusan Nomor 003/PUU-4/2006. MK berpendapat kalimat pertama dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UU PTPK tersebut merupakan hal yang tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil, yang dimuat dalam pasal 28 D ayat 1 UUD 1945.
MK berpendapat melawan hukum materiil bertentangan dengan asas legalitas (pasal 1 ayat 1 KUHP). Dinyatakan melawan hukum jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang (wettelijk straftbepaling).
Dalam praktik, untuk menyatakan perbuatan melawan hukum, digunakan parameter yang bertentangan dengan perundang-undangan. Seseorang dipidana karena melanggar peraturan pemerintah, keputusan/peraturan presiden, dan surat edaran. Padahal, semua aturan itu tidak mencantumkan sanksi pidana. Hanya undang-undang dan peraturan daerah yang mencantumkan sanksi pidana.
Pelanggaran terhadap Keputusan Presiden/Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah tidak dapat dinyatakan melawan hukum. Tetapi, yang mungkin terjadi adalah penyalahgunaan wewenang.
Peraturan presiden, keputusan menteri, dan keputusan direksi (disebut kewenangan atribusi) merupakan sumber lahirnya wewenang. Karena itu, untuk mengukur penyalahgunaan wewenang, seseorang harus tahu tujuan diberikannya wewenang tersebut (specialiteit beginselen)
Copas dari http://dzuriatu-assahar.blogspot.com/2013/04/perbuatan-melawan-hukum.html
0 Comments