header 2

𝘉𝘭𝘰𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘫𝘶𝘢𝘯 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘥𝘢𝘩 , 𝘦𝘧𝘪𝘴𝘪𝘦𝘯,𝘦𝘧𝘦𝘬𝘵𝘪𝘧,𝘵𝘳𝘢𝘯𝘴𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯,𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘪𝘯𝘨, 𝘢𝘥𝘪𝘭/𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘴𝘬𝘳𝘪𝘮𝘪𝘯𝘢𝘵𝘪𝘧 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶𝘯𝘵𝘢𝘣𝘦𝘭.

PERLU KAJIAN TERHADAP PELAKSANAAN UU TIPIKOR

Ada beberapa hal mengenai UU tipikor, yang perlu mendapat perhatian kita.
1. MENS REA
setiap kesalahan prosedural, dicari kerugian negaranya. seharusnya setiap kesalahan prosedural dicari niat jahatnya.
Niat jahat dibuktikan dengan adanya suap/gratifikasi/pengaturan lelang.
Carilah keserakahannya, bukan kesalahannya.

2.  FORMIL
Perbuatan tipikor didasarkan kepada terpenuhinya syarat formil, bukan syarat materiil

3. PRIMUM REMEDIUM ATAU ULTIMUM REMEDIUM
Implementasi UU tipikor berwujud langsung sanksi hukum yang berat (Primum Remedium), tidak ditempuh dengan perbaikan pekerjaan, disetornya kelebihan pembayaran/kerugian negara ( ultimum remedium)

4. KERUGIAN NEGARA
   Sering terjadi kerugian negara, dihitung dari harga yang diperoleh dari penyedia, bukan dari harga pasarnya.

5. Sidang PENGADILAN
 Sidang pengadilan, lebih sibuk menggali kesalahan prosedur, daripada membuktikan adanya suap/gratifikasi dan atau kesengajaan mengatur lelang.

Dampaknya orang enggan melakukan inovasi, atau sekedar melakukan pengadaan yang sesuai aturan. Lebih baik makan gaji saja, daripada menerima atau lelah menjalani proses hukum dugaan tipikor.

Lima hal tersebut, dapat dikembangkan menjadi kajian hukum, skripsi, thesis, buku dsb.


Post a Comment

1 Comments

  1. Yth.: Bpk. Mudji,
    Selama tahun anggaran 2015 ini, kami mengikuti beberapa lelang yang aroma "kepentingan pihak tertentu" nya sangat kental. Hal ini dapat dilihat dari persyaratan-persyaratan personil (ijazah, pengalaman dan kompetensi) & spesifikasi teknis yang sangat berlebihan.
    Sebagai contoh: untuk pengadaan & pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) Tenaga Surya. Secara teknis, pekerjaan ini sangat sederhana. Masing-masing LPJU berdiri sendiri, tidak ada jaringan kabel yang menghubungkan satu sama lain. Sumber daya listrik pun hanya berupa battery 12/24V/80Ah. Tetapi dipersyaratan personil inti : 1 orang Tenaga Ahli, ijazah S1, pengalaman >20 tahun (dihitung sejak tgl. ijazah) + Kompetensi SKA Utama Teknik Tenaga Listrik. Padahal, menurut ketentuan LPJK yang menerbitkan sertifikat kompetensi Jasa Konstruksi, SKA Utama tersebut ditujukan untuk sub-bidang Transmisi Tenaga Listrik Tegangan Tinggi/Ekstra Tinggi (>30.000V). Terdapat 4 sub-bidang pada tiap Kompetensi SKA Teknik Tenaga Listrik. Namun,Sub-bidang inilah yang membedakan kompetensi SKA Utama dangan SKA Madya/Muda. Sehingga, seharusnya persyarataan SKA Madya atau SKA Muda saja sudah sangat cukup.
    Dan, ada persyaratan personil lain yang lebih konyol lagi, yaitu 1 (satu) orang (tidak boleh lebih) Tenaga Pendukung yang memiliki 5 sertifikat. Kengototan SKPD/Pokja mempertahankan persyaratan ini membuat kita dengan mudah berprasangka bahwa SKPD/Pokja memang mempunyai "kepentingan tertentu"?
    Selain itu, spesifikasi Battery juga dibuat mengarah pada merk tertentu dengan mencantumkan karakteristik spesifik yang tidak dimiliki secara "tepat sama" oleh merk lain.
    Dengan persyaratan-persyaratan tersebut diatas, terbukti hanya ada satu penyedia saja yang lulus semua tahapan evaluasi.

    Pertanyaan kami:
    1. Bagaimana menyikapi lelang yang menetapkan persyaratan seperti contoh diatas?
    2. Apakah fakta bahwa hanya satu penyedia saja yang lulus evaluasi bisa dijadikan alasan/dasar
    untuk mendesak Pokja membuktikan kebenaran hasil evaluasinya?

    Kami mengharapkan pencerahan dari Bapak.
    Terima kasih pak Mudji.

    Salam & hormat,
    Hendra Ajinata

    ReplyDelete