Banyak para pengelola pengadaan di Indonesia disibukkan dengan
pemrosesan penegakan hukum tindak pidana korupsi, ditanya-tanya proses
lelangnya dan ditanya-tanya proses kontraknya.
Pertanyaaan tersebut seharusnya dapat menyimpulkan adanya korupsi atau tidak, bukan hanya adanya kesalahan prosedural, bukannya adanya kesalahan pengelolaan kontrak dan adanya kerugian negara. Seharusnya dapat menyimpulkan adanya kolusi, intervensi, suap dsb atau mens rea yang terbukti.
Jadi kita ini memberantas kesalahan pengadaan atau memberantas korupsi ?
UU berkaitan dengan pengelolaan belanja negara ( termasuk
pengadaan ) dan tanggung jawab aparatur sipil negara sebagai berikut :
1.
UU
No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
2.
UU
No. 15 tahun 2004 tentang BPK RI
3.
UU
No. 30 tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan
4.
UU
No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Berdasar beberapa Undang-undang
tersebut, bahwa adanya kesalahan tugas dan fungsi aparatur sipil negara yang
mengakibatkan kerugian negara, harus disetor, dipulihkan kembali, bukan
dipidana.
Kecuali kalau yang bersangkutan yang menikmati mengabaikan tidak mau mengembalikan kerugian
negara.
Kenapa para pengelola
negara dalam hal ini para pengelola pengadaan dalam kesalahan prosedur diproses
sebagai tindak pidana korupsi ?
Hal ini didasarkan kepada UU no. 31 Tahun 1999 ( yang diubah dengan UU 20 tahun 2001) mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU tipikor ini justru lahir sebelum UU yang empat tersebut ?
Artinya beberapa UU yang baru tersebut, penyelesaiannya bukan secara pidana.
Praktek penyelesaian permasalahan kesalahan pengadaan secara pidana, di negara-negara lain, sampai saat ini berdasar cerita teman-teman di berbagai negara tidak ada, praktek demikian tidak dijumpai atau mungkin saya yang belum ketemu.
Hal ini didasarkan kepada UU no. 31 Tahun 1999 ( yang diubah dengan UU 20 tahun 2001) mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU tipikor ini justru lahir sebelum UU yang empat tersebut ?
Artinya beberapa UU yang baru tersebut, penyelesaiannya bukan secara pidana.
Praktek penyelesaian permasalahan kesalahan pengadaan secara pidana, di negara-negara lain, sampai saat ini berdasar cerita teman-teman di berbagai negara tidak ada, praktek demikian tidak dijumpai atau mungkin saya yang belum ketemu.
Prof Eddy OS Hiariej (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah
Mada) di Hukum Online 11 Mei 2016 menjelaskan sebagai berikut :
“...United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi UU No. 7 Tahun 2006 tidak spesifik mencantumkan
unsur kerugian negara lantaran cakupan delik korupsi sudah diurai secara
limitatif. Seperti, suap, penggelapan dalam jabatan, memperdagangkan pengaruh,
penyalahgunaan jabatan, pejabat publik memperkaya diri tidak sah, suap sektor
swasta, penggelapan di perusahaan swasta, pencucian uang hasil kejahatan,
menyembunyikan kejahatan korupsi, menghalangi proses peradilan. Rumusan Pasal 2
ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor telah mendistorsi UNCAC khususnya korupsi di
sektor swasta. Lagipula, tidak satupun negara memiliki rumusan pasal korupsi
seperti rumusan kedua pasal itu.”...
UU No. 1 tahun 2004 dan UU No. 15 tahun 2004 semangatnya
kalau ada kerugian negara agar disetor.
UU No 30 tahun 2014 semangatnya memberi keleluasan dengan
diskresi dsb serta diselesaikan secara hukum administrasi negara.
UU No. 2 tahun 2017 semangatnya tidak pidana dan diselesaikan
di luar pengadilan sesuai norma berkontrak
Lalu bagaimana dengan UU No. 30 tahun 1999 ? kalau ada terbukti adanya transaksi
haram
Kemungkinan kita tidak bisa membedakan dengan tegas
irisan ...apa itu korupsi... dengan ....apa itu suatu kesalahan prosedur saja....
Bagaimana perbedaan mengenai pelanggaran hanya sekedar kesalahan saja dengan kerugian negara ( offences) dengan membandingkan namanya suatu kejahatan korupsi (crime) . Mungkin kita terlalu semangat yang menggebu-gebu untuk memberantas korupsi, sehingga suatu kesalahan prosedur pengadaan dinilai sebagai kejahatan korupsi.
Bagaimana perbedaan mengenai pelanggaran hanya sekedar kesalahan saja dengan kerugian negara ( offences) dengan membandingkan namanya suatu kejahatan korupsi (crime) . Mungkin kita terlalu semangat yang menggebu-gebu untuk memberantas korupsi, sehingga suatu kesalahan prosedur pengadaan dinilai sebagai kejahatan korupsi.
Pengadaan di Indonesia, masih
menganut ketaatan prosedur. Ironisnya prosedur itu sangat banyak dan bahkan sering berganti.
Prosedur dari LKPP, dari Kemen PU PR, dari Kemenkeu, dari
Kemendag, Kemenkes, KPPU dst.
Sehingga seseorang pengelola pengadaan, sangat mungkin bisa
salah. Apalagi kalau kompetensi para pengelola pengadaan terbatas dalam memahami pengadaan
dan kontrak.
Bahkan satu pasal peraturan saja bisa diartikan, atau bisa
dimengerti atau bisa dipahami dengan banyak pemahaman. Bisa jadi pemahaman
tersebut ada yang salah, dan bahkan ada yang berakibat kerugian negara.
Dibanyak negara peraturan pengadaan, tidak begitu ketat, asal
berbagai cara atau berbagai proses bisa menuju ke value for money. Artinya setiap rupiah yang dikeluarkan membawa
manfaat bagi negeri ini.
Dalam value for money, yang perlu diperhatikan adalah hasilnya (out putnya
), output sesuai atau tidak. Outputnya kalaupun salah, dinilai sebagai aspek perdata. Kalaulah ada
kerugian negara diupayakan dikembalikan. Sepanjang tidak terbukti adanya transaksi
haram.
Salah bisa terjadi pada pengelola pengadaan, namun yang tidak boleh adalah melakukan
keserakahan.
Untuk pengelola pengadaan, karena pendapat saya ini,belum
dipahami dan disepakati oleh banyak pihak, maka tetaplah untuk mentaati prosedur
peraturan, tidak merugikan negara dan tidak melakukan perbuatan
korupsi.
Akibat kita ( para pengelola pengadaan atau penyedia ) disalah-salahkan
dalam proses pengadaan, maka kita berpikir banyak untuk tidak salah. Sehingga kita terlambat
mengeksekusi pengadaan karena takut salah atau bahkan tidak usah mengeksekusi
pengadaan karena takut salah.
Seharusnya kita
berpikir untuk tidak serakah ( melakukan transaksi jahat) , salah
mungkin saja akan terjadi, sepanjang tidak melakukan suap, kolusi, intervensi ( intervensi pimpinan, dewan, asosiasi dsb) dan sebagainya.
Kalau ditemukan adanya suap, intervensi dsb maka perlu diproses dipengadilan tipikor. Jadi di pengadilan tipikor itu membuat terang adanya suap, kolusi dsb, bukan hanya berhenti dalam sidang untuk menghabiskan waktu hanya membahas kesalahan prosedural dan kerugian negara, selesai. Namun membuat jelas terbukti adanya suap, kolusi dsb.
Kalau ditemukan adanya suap, intervensi dsb maka perlu diproses dipengadilan tipikor. Jadi di pengadilan tipikor itu membuat terang adanya suap, kolusi dsb, bukan hanya berhenti dalam sidang untuk menghabiskan waktu hanya membahas kesalahan prosedural dan kerugian negara, selesai. Namun membuat jelas terbukti adanya
Ketidaktepatan
penerapan penegakan hukum akan membawa ongkos yang besar bagi negeri, dengan melambatnya ekonomi, dan banyak tidak
bersedianya para ASN untuk menjadi pengelola pengadaan, lambatnya proses pengadaan, perlu dibentuknya banyak tim pendampingan,
pengadaan cenderung digagalkan saja daripada pusing, daripada masalah dst dst.
Perlu didefinisikan kembali apa itu korupsi pengadaan ?
Kalau korupsi hanya diartikan secara formal saja atau sekedar
kesalahan proses pengadaan dan terjadinya kerugian negara maka para aparatur
sipil negara dan para penyedia tidak perlu terlibat dalam pengadaan pemerintah.
Besar risiko buat pribadi dan
keluarganya.
Sanksi untuk para pengelola pengadaan berupa pemenjaraan adalah upaya paling akhir atas kejahatan korupsi, bukan akibat dari kesalahan prosedural dan kerugian negara. Ultimum remedium.
Jadi kita ini sebenarnya memberantas kesalahan pengadaan atau memberantas korupsi ?
Korupsi itu masih ada, kadang tidak ada kesalahan prosedural dan itu yang harus kita berantas.
Artikel terkait :
1. http://www.mudjisantosa.net/2015/06/kesalahan-prosedural-menjadi-pidana.html
2. http://www.mudjisantosa.net/2015/03/ihwal-kerugian-negara-hikmahanto-juwana.html
Jadi kita ini sebenarnya memberantas kesalahan pengadaan atau memberantas korupsi ?
Korupsi itu masih ada, kadang tidak ada kesalahan prosedural dan itu yang harus kita berantas.
Artikel terkait :
1. http://www.mudjisantosa.net/2015/06/kesalahan-prosedural-menjadi-pidana.html
2. http://www.mudjisantosa.net/2015/03/ihwal-kerugian-negara-hikmahanto-juwana.html
1 Comments
keren pak mudji.. ijin gunakan utk referensi bahan makalah
ReplyDelete